Namun, PPN 12 persen berlaku untuk barang mewah kalangan atas, seperti kapal pesiar. Berdasarkan hasil kajian dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS) kenaikan PPN 12 persen dapat memberikan dampak signifikan terhadap inflasi.
Hal itu berkaca pada pengalaman 2022, ketika pemerintah menaikkan tarif PPN dari 10 persen menjadi 11 persen mengakibatkan inflasi melaju ke 3,47 persen (yoy).
Pada Mei, Juni, dan Juli tahun yang sama inflasi kembali meningkat masing-masing sebesar 3,55 persen, 4,35 persen, dan 4,94 persen (yoy).
Inflasi itu telah menyebabkan merosotnya konsumsi rumah tangga, terutama bagi kelas menengah ke bawah.
CELIOS juga telah mensimulasikan kenaikan kebutuhan masyarakat akibat kenaikan PPN, kelas menengah diprediksi mengalami penambahan pengeluaran hingga Rp354.293 per bulan atau Rp 4,2 juta per tahun dengan adanya kenaikan tarif PPN 12 persen.
Sedangkan, keluarga miskin diprediksi menanggung kenaikan pengeluaran hingga Rp101.880 per bulan atau Rp1,2 juta per tahun.
Kian mencekik bagi masyarakat karena meningkatnya jumlah pengeluaran berbanding terbalik dengan peningkatan pemasukan dari gaji bulanan yang rata-rata hanya tumbuh 3,5 persen per tahun.
“Bayangkan saja, pada tahun 2023 rata-rata kenaikan gaji di Indonesia hanya 2,8 persen atau setara dengan Rp. 89.391 per bulan. Belum lagi ditambah dengan peningkatan jumlah pengangguran akibat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang pada tahun 2023 menyentuh angka 11,7 persen,” ujar Direktur Hukum CELIOS Muhammad Zakiul Fikri.
Per November 2024 saja telah terjadi PHK terhadap 64.751 orang. Kondisi inilah yang mendorong berbagai kalangan masyarakat urun rembuk menyuarakan penolakan terhadap upaya kenaikan PPN dari 11 persen ke 12 persen.
“Banyaknya suara penolakan itu bukan tanpa alasan, sebab mayoritas penduduk Indonesia saat ini menurut kajian CELIOS merupakan penduduk dengan kelas ekonomi menengah ke bawah yang akan merasa dampak langsung dari kenaikan PPN tersebut,” ujar Zakiul.