Adapun, PPh badan mengalami kontraksi cukup signifikan. Kontraksi disebabkan oleh turunnya profitabilitas pertambahan khususnya batu bara, nikel, kelapa sawit yang merupakan dampak dari volatilitas harga-harga komoditas.
Dari data Kemenkeu, PPh badan kontraksi sebesar 5,3 persen menjadi Rp65,1 triliun dan PPh Badan kontraksi hingga 18,1 persen menjadi Rp335,8 triliun.
Jika dilihat secara sektor, pajak di sektor pertambangan mengalami kontraksi pada kuartal I dan II 2024, masing-masing mencapai 58,5 persen dan 59,5 persen. Baru pada kuartal III dan IV, penerimaan pajak dari sektor ini tumbuh positif.