Untuk itu, holding tambang BUMN ke depannya diminta untuk memproduksi bahan baku hingga bahan jadi yang bernilai tinggi. Apalagi saat ini menurutnya, kebutuhan dalam negeri sedang meningkat sehingga diharapkan produksi dalam negeri bisa memenuhi kebutuhan tersebut.
"Lalu kita bicara competitiveness, kita bisa produksi bahan baku yang produknya kita ada. Harusnya kita bisa. Permasalahan di negara lain kan mereka tidak ada bahan baku sedangkan kita ada," kata dia.
Di tengah melemahnya nilai tukar rupiah justru meningkatkan nilai jual produk ekspor. Oleh karenanya dengan memproduksi produk yang bernilai tambah dapat mendongkrak tingkat ekspor nasional.
"Ke depan, selain sekarang ekspor makin baik, tapi tentunya ke depan saya mau produk akhir dari tambang ini yang nilai tambahnya tinggi," tuturnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan pada Juli 2018 mencatatan defisit sebesar 2,03 miliar dolar Amerika Serikat (AS) setelah impor melonjak lebih tinggi dibanding ekspor. Hal ini dipengaruhi oleh perdagangan migas yang defisit 1,18 miliar dolar AS dan nonmigas 0,84 miliar dolar AS.
Secara kumulatif neraca perdagangan Januari-Juli 2018 masih defisit sebesar 3,09 miliar dolar AS.