Angka ini sedikit berada di bawah hasil survei International Rice Research Institute (IRR) yang menyatakan biaya produksi padi mencapai Rp4.082 per kilogram pada 2014.
"Angka yang ada saat ini masih sedikit di bawah hasil survei lembaga internasional tersebut, dan survei tersebut menunjukkan hasil untuk 2014. Lalu, di 2019 ini tentunya banyak sekali faktor-faktor yang mengakibatkan adanya perubahan harga seperti inflasi, biaya transportasi, dan perubahan margin keuntungan petani yang meningkat dari tahun ke tahun," kata Ilman.
Dalam merespons situasi ini, lanjutnya, sebaiknya pemerintah meninjau ulang relevansi HPP. Jika dirasa memang HPP masih dibutuhkan, sebaiknya besaran HPP diperbaharui dengan kondisi pasar yang ada saat ini.
Namun, dalam jangka panjang, polemik lemahnya penyerapan beras Bulog ini berpotensi akan kembali berulang pada masa mendatang sehingga perlu ada semacam upaya pemutakhiran berkala. "Untuk itu, sebaiknya dalam jangka panjang pemerintah tidak bergantung kepada HPP untuk mengatur harga beras. Cara-cara lain yang dapat dilakukan untuk memastikan harga beras terjangkau bagi konsumen serta tetap menyejahterakan petani adalah intervensi pada segi produksi dan distribusi melalui program-program pemerintah yang juga diintegrasikan dengan penerapan teknologi," ucapnya.