JAKARTA, iNews.id - Ekonom menyoroti koalisi gemuk pemerintahan baru Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Koalisi gemuk yang sering dianggap memberikan ruang bagi partai-partai politik untuk mengamankan posisi strategis di pemerintahan ini dikhawatirkan berpeluang membuat tindakan "main-main" APBN akan terus terjadi.
“Hal itu karena antara lain pembiayaan untuk partai dibebankan kepada para menteri. Terlebih pemilu-pemilu di Indonesia memang amat mahal,” kata Dosen Universitass Paramadina Septa Dinata dalam Diskusi Publik “Koalisi Gemuk dan Antisipasi Kebocoran Anggaran: Mungkinkah Partai dan Menteri Prabowo Tak Main APBN?”, Rabu (16/10/2024).
Menurut Septa Dinata, Pidato Presiden terpilih Prabowo Subianto yang menegaskan kepada para menteri agar jangan sampai main-main dengan APBN sebenarnya memberi angin segar karena ingin menciptakan pemerintahan bersih. Namun di sisi lain, terlihat sudah muncul indikator-indikator yang agak kontraproduktif.
“Bahkan yang terlihat sejak kemarin adalah sebuah kabinet koalisi yang super gemuk. Jika dibandingkan dengan negara-negara besar, maka Indonesia akan mencetak sejarah karena menyusun kabinet terbesar di dunia,” katanya.
Dia mengatakan, yang dipanggil Prabowo ke Kertanegara sebagian berlatar belakang partai politik. Ini merupakan konsekuensi logis dari model koalisi yang dibangun sejak awal dalam rangka mengamankan kemenangan pemilu. Terbukti, sejak usai pemilu, pemerintah mengakomodasi pihak-pihak yang semula di luar koalisinya. Sementara pasca-Reformasi 98 sampai hari ini, mayoritas para menteri yang terlibat korupsi adalah para kader partai.
“Jadi masalahnya memang lebih banyak pada desain politik kelembagaan kita. Itulah akar masalah utamanya. Ketika para menteri yang berlatar belakang partai, maka independensi akan sulit dijaga dari kekuatan yang lebih besar,“ katanya.
Untuk mengantisipasi kebocoran angaran dan para menteri main-main dengan APBN , dia mengusulkan agar KPK kembali diperkuat. KPK harus diberdayakan kembali, bahkan bisa membantu presiden untuk memastikan apakah kabinetnya bekerja sesuai atau tidak dengan apa yang diamanahkan oleh konstitusi.
Selain itu, perlu dibentuk unit khusus di bawah kantor presiden yang bertugas untuk mengukur kinerja kementerian/lembaga/badan (keuangan dan subtansi kebijakan) dan penengah jika terjadi dispute atau tumpang tindih kewenangan.