"Kalau kita lihat kan China, ingin menjaga juga tidaknya stabilitas eksternalnya termasuk dampak dari ketegangan. Tapi juga bagaimana tetap ekonominya tumbuh," kata dia.
BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi China pada 2019 yang semula bisa tumbuh 6,5 persen dikoreksi menjadi 6,2 persen. Pengoreksian juga dialami oleh pertumbuhan ekonomi global yang semula 3,9 persen menjadi 3,7 persen.
"Ada risiko resiko turun menjadi 6,2 persen, makanya Bank Sentral China melakukan langkah-langkah bauran kebijakan tadi itu yang mereka lakukan," ucapnya.
Hal ini disebabkan, ketidakstabilan ekonomi global yang cenderung masih akan berlanjut pada tahun ini. Apalagi China terlibat perang dagang dengan negara adidaya Amerika Serikat.
Gubernur Bank Sentral China Yi Gang sebelumnya mengatakan dalam perhelatan Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia 2018, ekonomi global memang masih dibayangi ketidakpastian. Tensi perang dagang menjadi salah satu tantangan utama.
Yi Gang menyuarakan nada yang sama dengan laporan Dana Moneter Internasional (IMF) beberapa waktu lalu, bahwa perang dagang bisa menghadirkan ekspetasi pasar yang negatif. Kebijakan moneter China, di tengah dampak perang dagang, kata Yi Gang, masih netral.
Posisi kebijakan moneter negara raksasa ekonomi Asia itu tidak cenderung longgar maupun ketat. "Anda dapat melihat China masih memiliki ruang cukup untuk penyesuaian kebijakan," ujar Yi Gang.