JAKARTA, iNews.id - Kementerian Keuangan menyebutkan utang pemerintah per November 2023 tembus Rp8.041,01 triliun. Artinya, jika diakumulasikan sejak awal Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjabat yakni pada 2014, maka terjadi penambahan utang sebesar Rp5.432,21 triliun.
Melihat hal itu, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Suminto mengatakan jangan hanya melihat besarnya nominal utang pemerintah saja. Sebab menurutnya, apabila dilihat dari berbagai indikator, maka risiko utang pemerintah tergolong masih sangat aman.
"Kita tidak hanya melihat nominalnya, kalau dilihat berbagai indikator portofolio utang kita, justru kinerja utang kita termasuk risiko utang kita lebih baik dibandingkan dengan tahun sebelumnya," ucapnya dalam Konferensi Pers Kinerja dan Realisasi APBN 2023 di Aula Mezzanine Kementerian Keuangan hari ini, Selasa (2/1/2024).
Ia memberi contoh, misalnya dari sisi rasio utang terhadap PDB atau debt to GDP, utang yang ada saat ini rasionya mengalami perbaikan yang signifikan dibanding tahun-tahun sebelumnya. Bahkan rasionya sudah sangat berkurang jauh sejak pandemi, dimana saat itu rasio utang pemerintah naik signifikan hingga 40 persen.
"Per akhir November debt to GDP ratio kita 38,11 persen, turun dari posisi Desember 2022 39,7 persen, demikian pula turun dari puncak debt to GDP ratio di tengah pandemi pada posisi Desember 2021 sebesar 40,7 persen. Sekali lagi dari sisi debt to GDP ratio turun cukup besar di level 38,11 persen," tuturnya.
Demikian pula dari sisi indikator currency risk atau risiko nilai tukar, Suminto menilai, proporsi utang pemerintah dalam valuta asing sudah menurun drastis, hal ini pun mengurangi risiko pemerintah.
Dia memaparkan sebelum pandemi, di 2019 dari seluruh utang pemerintah yang merupakan valuta asing itu 37,9 persen, di 2018 justru sempat mencapai 41 persen. Sementara saat ini utang pemerintah dalam bentuk valuta asing itu hanya 27,5 persen.
"Sehingga dari sisi currency risk jelas jauh lebih baik," ucap dia.