Gerakan penutupan TPL, lanjutnya, merupakan bentuk kesadaran kolektif masyarakat yang merasa tertindas. Karena itu, mereka meminta Gubernur Sumut menunjukkan keberpihakan pada korban.
“Sangat miris melihat etika politik Gubernur Sumut di saat masyarakat adat mengalami kekerasan, justru Gubernur Sumut tak mau menemui kita. Kita ingin menguji keberpihakan gubernur terhadap korban TPL,” tegasnya.
Sementara itu, salah seorang warga Sihaporas yang turut hadir menyebut PT TPL tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga mengusir masyarakat adat dari tanahnya sendiri.
“TPL musuh rakyat. Kita harus mengupayakan tutup TPL. Karena jelas TPL itu merusak lingkungan, meracuni air, merampas ruang hidup untuk pertanian, memukuli rakyat, memenjarakan rakyat,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa masyarakat membutuhkan lahan tersebut untuk berladang demi keberlangsungan hidup generasi mereka.