Data 2019 tersebut juga menunjukkan bahwa anak-anak dan remaja dapat menghabiskan lima jam dalam sehari untuk mengakses internet saat bukan hari libur, dan tujuh jam sehari pada hari libur. Angka ini diyakini meningkat saat pandemi seperti saat ini.
Dengan tinggi penggunaan internet pada anak, Astrid mengungkapkan, dapat menempatkan anak sebagai objek kegiatan orang dewasa dan sebagai pelaku atau pun korban.
Tingginya paparan terhadap internet, menurut Astrid juga meningkatkan risiko anak terkait agresi kekerasan terhadap diri sendiri. Anak juga terpapar kekerasan, termasuk kekerasan seksual, yang berujung pada eksploitasi terhadap anak. Bukan hanya eksploitasi untuk mendapat keuntungan, tetapi juga komersial, seperti pornografi.
Pengaturan pembatasan penggunaan pada aplikasi juga perlu dilakukan. Penyedia platform juga sebaiknya memiliki pengaturan untuk dapat memberikan kontrol kepada orangtua terhadap akun anak. Salah satunya, aplikasi Tiktok yang menghadirkan fitur Family Pairing yang menghubungkan akun orangtua dengan akun anak remaja mereka.
"Bagi orangtua tidak ada kata telat, terlambat atau gaptek mari belajar internet agar bisa mendampingi anak, dan jadilah pendengar teman bagi anak remaja, baik itu online atau offline, baik cerita permasalahannya sehari-hari atau yang menyenangkan," ujar Astrid.