Untuk itu pada Hari Keluarga Nasional 2019, PKBI berupaya mengajak kembali masyarakat dan pengambil keputusan untuk merefleksikan kembali berbagai macam tantangan yang dihadapi oleh keluarga Indonesia sekarang ini.
Pertama, tantangan pada dimensi kelahiran dan kesehatan. “Seolah-olah terjadi siklus yang kembali berulang pada awal tahun 1970-an di Indonesia. Tingkat kelahiran bayi menjadi tinggi sekali, tingkat kematian ibu yang melahirkan terus meningkat. Paling mengherankan, perkawinan usia muda meningkat kembali,” tutur Ketua Pengurus Nasional PKBI Ichsan Malik.
Tantangan kedua, terkait kecenderungan masyarakat Indonesia yang semakin intoleran terhadap berbagai perbedaan di masyarakat, seperti perbedaan atas dasar agama, etnik, gender, disabilitas, dan orientasi seksual. “Padahal kita ketahui bersama, perbedaan itu adalah sesuatu yang telah terberi secara alamiah,” ujar Ichsan Malik.
Dalam bentuknya yang paling ekstrem, intoleransi dapat menyebabkan lahirnya fenomena keluarga radikal, seperti yang terjadi di Surabaya beberapa waktu silam. Ada beberapa keluarga yang sehat, sejahtera, berpendidikan, tapi kemudian melakukan bom bunuh diri bersama, satu keluarga, untuk menghancurkan orang lain yang berbeda agamanya.
Selain itu, benih-benih kebencian juga tumbuh subur terhadap kelompok minoritas seksual. Keluarga seharusnya menjadi rumah yang aman dan nyaman bagi seluruh individu di dalamnya. Kenyataannya, stigma dan diskriminasi masih dialami oleh kelompok minoritas seksual di lingkungan keluarganya sendiri.
Untuk itu, kata Ichsan Malik, Hari Keluarga Nasional ini menjadi momen yang tepat untuk memaknai ulang esensi dan memasyarakatkan peran keluarga sebagai tempat perlindungan, penerimaan, dan perkembangan individu.
“Keluarga sejatinya menjadi rumah terbaik bagi semua individu, minoritas seksual, disabilitas, memiliki permasalahan hukum, orang dengan HIV dan AIDS (ODHA), korban kekerasan seksual, dan lainnya,” ucap Ichsan Malik.