JAKARTA, iNews.id – Penyandang mata juling (strabismus) masih mendapatkan stigma sosial sebagai kelompok yang ‘berbeda.’ Tak hanya rentan mengalami tekanan mental, secara medis, penyandang strabismus juga berpotensi terganggu fungsi penglihatannya.
Diperkirakan, prevalensi global mata juling mencapai 1,93 persen. Di mana total penyandang strabismus di dunia sedikitnya berjumlah 148 juta orang.
Apa penyebabnya? Strabismus terjadi akibat terganggunya/lemahnya kontrol otak terhadap otot mata yang menyebabkan posisi kedua bola mata menjadi tidak sejajar. Risikonya, penyandang mata juling sering mengalami pandangan kabur, penglihatan ganda, sakit kepala, dan kelelahan saat beraktivitas.
Studi menyebut penyandang strabismus riskan terserang gangguan mental 10 persen lebih tinggi, di antaranya depresi, ansietas, fobia sosial, hingga skizofrenia. Temuan lain mendapat, 80 persen penyandang mata juling merasa malu atau terhina dalam berbagai situasi sosial, 89 persen mengalami kesulitan mempertahankan kontak mata saat berbicara, dan 75% bahkan mengadopsi postur atau perilaku tertentu untuk menyembunyikan kondisi mata mereka.
Apa mata juling bisa disembuhkan, bagaimana penanganannya? Solusi penanganan salah satunya operasi korektif. Ini bukan sekadar prosedur kosmetik, melainkan intervensi medis yang memberikan dampak positif jangka panjang.
Riset di Jepang menunjukkan bahwa tiga bulan setelah operasi mata juling, para pasien mengalami peningkatan signifikan dalam fungsi penglihatan, kesehatan fisik, dan kesehatan mental mereka.