JAKARTA, iNews.id - Angka kematian ibu dan anak masih terjadi di Indonesia. Walaupun diklaim menurun sejak 2012 dan 2015, angka tersebut masih mencapai ribuan kasus. Berdasarkan laporan Capaian Kinerja Kementerian Kesehatan RI tahun 2017, angka kematian bayi mencapai 10.294 kasus di semester I.
Angka itu menurun jika dibandingkan tahun 2016 yang mencapai 32.007 kasus. Demikian halnya dengan angka kematian ibu yang turun dari 4.999 tahun 2015, menjadi 4912 di tahun 2016 dan tahun 2017 (semester I) terdapat sebanyak 1712 kasus.
Banyak faktor yang menyebabkan masih adanya angka kematian ibu dan bayi di Indonesia. Salah satunya saja menikah dan melahirkan di usia anak (belum genap 20 tahun). Ini diungkapkan oleh Direktur Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan RI dr Eni Gustina MPH.
"Dari hasil survei, kematian ibu itu enam persen meninggal saat melahirkan di bawah usia 20 tahun dan 25 persen meninggal saat melahirkan di atas usia 35 tahun," kata dr Eni saat ditemui usai acara Hari Kontrasepsi Dunia di Kantor Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Senin (8/10/2018).
Namun jika ditelusuri lagi, kata Eni, angka 25 persen kematian akibat persalinan di atas usia 35 tahun itu terjadi karena rata-rata pernikahan terjadi saat usia anak atau di bawah 20 tahun. "Jadi artinya, risiko menikah di usia anak itu berpotensi untuk kematian pada seorang perempuan. Tak hanya pada kelahiran pertama, tapi juga kelahiran berikutnya," ucapnya.
Dia mengungkapkan, hal tersebut terjadi karena di bawah usia 20 tahun, rahim perempuan belum siap untuk ditempati oleh janin sehingga bisa menimbulkan kerusakan pada rahim.
Ibu yang melahirkan di usia anak juga berisiko mengalami pendarahan dan gangguan kehamilan, seperti pre-eklamsia dan eklamsia hingga kematian. Apalagi, kata dia, jika ibu hamil di usia anak itu mengalami kekurangan gizi, anemia, dan terlalu kurus.