JAKARTA, iNews.id - Persoalan ruam popok dan iritasi pada kulit bayi memang menjadi tantangan tersendiri bagi para ibu. Terutama bagi ibu yang baru melahirkan, sangat penting untuk mendapatkan edukasi dalam melakukan perawatan bayi.
Sebab, jika seorang ibu mengetahui tanda-tanda suatu penyakit, tentu ini dapat meningkatkan kepercayaan diri dalam merawat bayi. Selain itu, para ibu juga akan mengurangi penggunaan metode tradisional yang tidak tepat dalam perawatan bayi dan mengurangi kejadian penyakit dan kematian bayi baru lahir.
Untuk mendapatkan pengetahuan ini, para ibu bisa memeroleh melalui kegiatan konsultasi dan edukasi yang dilakukan oleh para ahli. Selain itu, melihat kebutuhan ini, Makuku juga telah melakukan upaya edukasi kepada ribuan ibu di Indonesia baik melalui kegiatan online dan offline serta melalui kerja sama dengan rumah sakit, posyandu dan para dokter ahli.
Perlu diketahui, berdasarkan data epidemiologi, secara global, prevalensi iritasi kulit akibat ruam popok atau diaper rash mencapai 16-65 persen. Adapun kasus tertinggi biasanya terjadi pada bayi usia 6-12 bulan.
Ruam kemerahan ini biasanya terjadi di daerah yang terkena popok, seperti bokong, area sekitar kelamin, dan paha. Tanda-tanda umum yang sering terjadi adalah adanya bercak merah pada kulit, kekeringan dan lepuhan, atau luka lecet pada area tertentu.
Dokter Spesialis Anak, Andreas, M.Ked (Ped), Sp.A, menjelaskan, ruam popok juga bisa muncul karena kemampuan, fungsi dan anatomi kulit bayi tidak sama dengan orang dewasa, sehingga, bahan-bahan popok yang basah atau lembap dapat memicu infeksi jauh lebih cepat dari orang dewasa.
Ruam popok, kata dia, paling sering terjadi pada bayi baru lahir atau newborn. Namun, menurutnya, rata-rata ruam popok terjadi biasanya di bawah usia sembilan bulan. “Bayi di bawah usia 9 bulan juga meningkatkan risiko ruam popok karena fungsi kulitnya belum sebaik orang dewasa,” ujar dr Andreas melalui keterangannya.