“Di Indonesia, 18 juta penduduk terinfeksi hepatitis B, dengan 50 persennya berisiko menjadi kronis dan 900.000 lainnya menjadi sirosis dan kanker hati,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung, Kemenkes RI, dr Wiendra Waworuntu, MKes, dalam Webinar Hari Hepatitis Sedunia 2020, Selasa (28/7/2020).
Kemudian, kasus hepatitis C di Indonesia cenderung lebih sedikit dibandingkan hepatitis B, yakni di bawah 1,5 persen berdasarkan riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2013. “Anti HCV positif menunjukkan 1,01 persen di Indonesia,” katanya.
Sementara itu, prevalensi global untuk hepatitis C, ada 115 juta orang terinfeksi pada 2016 dan kasus tertinggi ada di kawasan Asia Pasifik dan Afrika.
“Penularan hepatitis B, C dan D, itu bisa terjadi melalui ibu ke anak, aktivitas seksual tidak aman, melakukan tindik atau tato, penggunaan alat pribadi bergantian, hingga penggunaan jarum suntik tidak steril,” ucap dr Wiendra.
Lebih lanjut, Dokter Spesialis Penyakit Dalam dr Irsan Hasan, SpPD-KGEH, menerangkan, hepatitis B dan C menular melalui darah dan cairan tubuh. Kedua jenis hepatitis ini juga menyebabkan infeksi kronik. “Yang paling sering adalah penularan vertikal dari ibu (menularkan) ke bayi, dan jika bayi kena itu 98 persen bisa menjadi kronik,” ucapnya.
“Sebagian besar pengidap tidak sadar. Padahal, satu dari empat orang akan meninggal dunia karena kanker atau gagal hati. Oleh karena itu, ini disebut sebagai penyakit silent killer,” kata dr Irsan.