Lebih lanjut, menurut Naftali Kaminski, kepala perawatan kritis paru dan obat tidur di Yale School of Medicine yang mempelajari genomik penyakit paru-paru menyatakan bahwa demam minggu kedua Covid-19 berbahaya karena pengaruh tahap awal virus masuk dan menginfeksi.
"Jadi, dapat digambarkan virus yang sudah ada dalam tubuh dan menginfeksi, terus mendorong lebih banyak sel untuk membiarkan masuk dan terus menginfeksi lebih parah lagi," kata Naftali.
"Karena sifat virus yang terus menginfeksi, ini mempengaruhi susunan genetik dan kondisi yang ada sebelumnya dan membuat presentasi penyakit meningkat," tambahnya.
Di laporan ini pun diterangkan bahwa ada spesifikasi pasien Covid-19 yang dikhawatirkan mengalami kondisi second-week crash, yaitu pasien Covid-19 tanpa gejala, seperti penurunan kadar oksigen, sesak napas, atau kondisi kritis lainnya, dan pasien Covid-19 kondisi parah yang terlambat mendapatkan pertolongan karena masalah menunggu terlalu lama untuk dapat ICU bed.
"Orang-orang yang kritis ini sebenarnya sudah lama sakit," papar Merceditas Villanueva, seorang profesor kedokteran di Yale School of Medicine. "Jadi, mereka meremehkan gejala ringan atau mereka memang terlambat mendapatkan ICU bed. Jadi jangan terlambat untuk masuk ICU," tegasnya.