3 Contoh Riba dalam Kehidupan Sehari-hari, Dosanya Ngeri Banget!

Komaruddin Bagja
Contoh riba dalam kehidupan sehari-hari. Ilustrasi penukaran uang di pinggir jalan. (Foto: Ist)

JAKARTA, iNews.id - Contoh riba dalam kehidupan sehari-hari patut diketahui setiap umat Islam. Karena riba termasuk dalam salah satu dosa besar.

Sebelum kita membahas tentang praktik riba, mari kita simak apa itu riba?

Pengertian Riba

Dalam kamus Lisaanul ‘Arab, kata riba diambil dari kata رَبَا. Jika seseorang berkata رَبَا الشَّيْئُ يَرْبُوْ رَبْوًا وَرَبًا artinya sesuatu itu bertambah dan tumbuh. Jika orang menyatakan أَرْبَيـْتُهُ artinya aku telah menambahnya dan menumbuhkannya.

Dalam al-Qur-an disebutkan:

وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ

“…Dan menyuburkan sedekah…” [Al-Ba-qarah/2: 276]

Dari kata itu diambillah istilah riba yang hukumnya haram, Allah Ta’ala berfirman:

وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا يَرْبُو عِنْدَ اللَّهِ

“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah…” [Ar-Ruum/30: 39]

Maka dikatakan, رَبَا الْمَالُ (Harta itu telah bertambah).

Menurut para ahli fiqih, riba  ialah memberi tambahan pada hal-hal yang khusus.

Dinukil dari kitab Mughnil Muhtaaj penjelasan riba yaitu akad pertukaran barang tertentu dengan tidak diketahui (bahwa kedua barang yang ditukar) itu sama dalam pandangan syari’at, baik dilakukan saat akad ataupun dengan menangguhkan (mengakhirkan) dua barang yang ditukarkan atau salah satunya.

Baik dalam al-Qur-an, as-Sunnah maupun ijma’ riba hukumnya haram.

 Contoh Riba dalam Kehidupan Sehari-hari

1.Praktik pertama: Kredit segitiga

Pada umumnya, praktik riba dalam bentuk piutang yang menghasilkan keuntungan sering kali dikemas dalam bentuk transaksi jual beli, meskipun sebenarnya transaksi yang terjadi hanya sebagai penyamaran belaka. 

Salah satu bentuk penyamaran riba dalam bentuk jual beli adalah melalui praktik kredit segitiga yang melibatkan tiga pihak: pemilik barang, pembeli, dan pihak pembiayaan.

Pihak pertama, sebagai pemilik barang, membuat kesan bahwa ia telah menjual barang kepada pihak kedua, yaitu pemilik uang, dengan pembayaran tunai. Kemudian, pembeli menjual barang tersebut kepada pihak ketiga dengan pembayaran angsuran dan dengan harga jual yang lebih tinggi dari harga jual pertama.

Pada pandangan awal, ini terlihat seperti transaksi jual beli biasa, tetapi sebenarnya tidak demikian. Hal ini dapat dibuktikan oleh beberapa fakta berikut:

-Barang tidak berpindah kepemilikan dari penjual pertama.
-Barang juga tidak berpindah tempat dari penjual pertama.
Segala tuntutan yang berkaitan dengan cacat barang, penjual kedua tidak -bertanggung jawab, tetapi penjual pertama yang bertanggung jawab.
Sering kali pembeli kedua telah membayarkan uang muka (DP) kepada -penjual pertama.

Indikator-indikator tersebut membuktikan bahwa pada dasarnya, pembeli pertama, yaitu pemilik uang, sebenarnya hanya meminjamkan sejumlah uang kepada pihak ketiga. Dari piutang ini, ia mendapatkan keuntungan.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah melarang praktik semacam ini sejak lama, sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut:

"Barangsiapa membeli bahan makanan, maka janganlah ia menjualnya kembali hingga ia selesai menerimanya." Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma berkata, "Dan saya berpendapat bahwa semua hal memiliki hukum yang sama seperti bahan makanan." (Riwayat Bukhari hadits no. 2025 dan Muslim no. 3913)

Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma, sahabat Rasulullah, menjelaskan alasan di balik larangan ini kepada muridnya, yaitu Thawus. Beliau menjelaskan bahwa menjual barang yang belum diserahkan sepenuhnya merupakan celah bagi terjadinya praktik riba.

2. Praktik Pegadaian


Praktik kedua yang sering terjadi di masyarakat adalah pegadaian.  Di berbagai daerah, kreditur memanfaatkan barang yang dijadikan gadai oleh debitur. Jika gadai tersebut berupa ladang, kreditur akan mengelola ladang tersebut dan mengambil hasilnya. 


Sedangkan jika gadai berupa kendaraan, kreditur sepenuhnya memanfaatkan kendaraan tersebut. Praktik semacam ini dapat dianggap sebagai bentuk riba karena kreditur memperoleh keuntungan dari piutangnya.

Dalam Islam, terdapat ketentuan hukum gadai yang sesuai dengan pendapat Sa'id bin Musayyib bahwa barang gadai tidak dapat hilang begitu saja. 


Barang gadai tetap menjadi milik debitur yang berhutang, dan debitur memiliki hak atas keuntungan serta bertanggung jawab atas kerugian yang timbul. Sebagaimana disebutkan dalam hadis:

"Setiap piutang yang mendatangkan kemanfaatan/keuntungan, maka itu adalah riba" (HR. Ibnu Majah)

Kesimpulannya, praktik pegadaian yang memanfaatkan barang gadai dengan cara seperti ini dapat dikategorikan sebagai bentuk riba yang dilarang dalam Islam.

3.Praktik Kartu Kredit


Praktik ketiga adalah kartu kredit, yang digunakan untuk transaksi ritel dengan sistem kredit. Pengguna mendapatkan pinjaman dari penerbit kartu kredit untuk membayar penjual barang atau jasa. 


Namun, ini dianggap riba karena pengguna berhutang dan dikenai penalty jika terlambat membayar. Sebagai alternatif, pengguna dapat menggunakan kartu debit yang mengurangi tagihan langsung dari tabungan.

Editor : Komaruddin Bagja
Artikel Terkait
Religi
12 bulan lalu

Cahaya Hati Indonesia: Ngerinya Terjebak Riba bersama Ustadz May Dedu dan Ustadz Abdurrohman Djaelani Pukul 12.00 WIB

Nasional
2 tahun lalu

5 Contoh Pengamalan Sila ke-4 dalam Kehidupan Sehari-hari, Kamu Wajib Tahu!

Muslim
2 tahun lalu

4 Ayat Al Quran tentang Riba, Ini Bahayanya di Dunia dan Akhirat

Muslim
2 tahun lalu

Macam-macam Riba Menurut Islam, Muslim Wajib Tahu!

Berita Terkini
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
Network Updates
News updates from 99+ regions
Personalize Your News
Get your customized local news
Login to enjoy more features and let the fun begin.
Kanal