Dalam hadits lainnya, Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa menunaikan haji dengan ikhlas karena Allah, dia tidak rafats (berkata kotor) dan tidak fusuq (melanggar), maka dia kembali seperti terlahir dari rahim ibunya (fitrah)." (HR Bukhari).
Tentu saja, haji mabrur tidak datang tiba-tiba. Untuk meraih haji mabrur dan mendapat keutamaannya, ada beberapa upaya yang harus diusahakan oleh jemaah, baik itu sebelum, ketika, maupun setelah melaksanakan ibadah haji.
Melansir dari laman Kemenag, untuk mendukung tercapainya haji yang mabrur, calon jemaah perlu mempersiapkan diri sebelum berangkat ke Tanah Suci. Selain biaya haji berasal dari rezeki yang halal, calon jemaah sebaiknya memahami manasik haji serta ajaran agama Islam dengan baik.
Tingkatkan pula amal ibadah selama menanti jadwal keberangkatan. Saat melaksanakan ibadah haji, jemaah harus mendasarinya dengan niat ikhlas semata karena Allah SWT. Semua syarat, rukun, wajib haji, serta sunah haji dipahami dan dilaksanakan dengan baik.
Di samping itu, menjauhi seluruh larangan ihram dan perbuatan maksiat yang dapat mengurangi pahala haji. Perlu dipahami, suatu amalan yang secara syariat dikatakan sah, belum tentu diterima oleh Allah SWT. Maka, mabrur tidaknya ibadah haji seseorang merupakan otoritas Allah SWT.
Lantas, bagaimana mengetahui haji yang dijalankan seseorang itu mabrur?
Meskipun mabrur atau tidaknya haji seseorang hanya diketahui oleh Allah SWT dan tidak tampak oleh manusia, namun orang yang dapat meraih haji mabrur memiliki ciri-ciri tersendiri.