JAKARTA, iNews.id - Apakah suami istri boleh bermesraan saat puasa? Hal itu pasti sering menjadi pertanyaan sebagian umat Muslim.
Puasa sejatinya adalah ibadah menahan diri dari segala hawa nafsu. Selain makan dan minum, terdapat beberapa hal yang bisa membatalkan ibadah puasa termasuk salah satunya adalah bersenggama di siang hari.
Bahkan, orang yang sengaja merusak puasanya dengan berhubungan intim akan dikenai denda atau kifarah ‘udhma (kafarat besar).
Dikutip dari laman NU, mereka harus memerdekakan hamba sahaya perempuan yang beriman. Sahaya itu harus bebas dari cacat yang mengganggu pekerjaan atau aktivitasnya.
Jika tidak mampu, maka harus berpuasa selama dua bulan berturut-turut. Jika masih tidak mampu, maka harus memberi makanan kepada 60 orang miskin, masing-masing sebanyak satu mud (kurang lebih sepertiga liter). Kafarat di atas berdasarkan hadits shahih berikut ini:
Abu Hurairah meriwayatkan, ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah ﷺ lantas berkata, “Celakalah aku! Aku mencampuri istriku (siang hari) di bulan Ramadhan. Beliau bersabda, “Merdekakanlah seorang hamba sahaya perempuan.” Dijawab oleh laki-laki itu, “Aku tidak mampu.” Beliau kembali bersabda, “Berpuasalah selama dua bulan berturut-turut.” Dijawab lagi oleh laki-laki itu, “Aku tak mampu.” Beliau kembali bersabda, “Berikanlah makanan kepada enam puluh orang miskin,” (HR al-Bukhari).
Lantas, bagaimana hukumnya jika sepasang suami istri hanya bermesraan? Berikut ini adalah ulasannya.
Menukil dari laman resmi MUI, bermesraan dengan istri disertai dengan rasa nyaman ketika berpuasa hukumnya adalah makruh menurut mayoritas ulama. Sebab, hal tersebut bisa membawa pada rusaknya ibadah puasa.
Aktivitas tersebut bisa menjadi menjadi haram jika yakin bahwa bermesraan dengan istrinya bisa inzaal (keluarnya air mani).
Sedangkan, jika seseorang itu mencium istrinya tanpa disertai dengan nafsu, misalnya untuk ciuman kasih sayang hukumnya tidak masalah. Sebagaimana dalam hadits berikut:
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menciumku ketika beliau sedang puasa dan pernah menciumku ketika sedang puasa, namun beliau memang seorang yang paling bisa mengendalikan nafsunya di antara kalian.” (HR. Musim)
Dari Abu Hurairah RA. beliau berkata: “Seorang lelaki menanyakan hukum bercumbu dengan istri saat puasa, dan Rasul membolehkannya. Namun saat lelaki lain menanyakan hal yang sama, beliau melarangnya. Orang yang dibolehkan adalah seorang tua, dan yang dilarang seorang anak muda.” (HR. Abu Dawud)
Imam An-Nawawi dalam kitab Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab menyimpulkan, hukum bermesraan hingga mencium istri saat puasa Ramadhan tergantung dari pasangan yang melakukannya. Hukumnya bisa jadi berikut ini:
1. Mubah (boleh) jika tidak sampai terangsang. Tetapi lebih baik untuk ditinggalkan karena tidak ada yang bisa menjamin saat berciuman syahwatnya tetap stabil.
2. Makruh bagi orang yang terangsang. Sebagian ulama berbeda pendapat tentang hukum makruh. Apakah makruh tanzih (dilarang namun tidak membatalkan puasa) atau makruh tahrim (dilarang dan membatalkan puasa).
Pendapat ini dipegang oleh Syaikh Mutawalli. Hukum mencium istri saat puasa dilarang tetapi tidak membatalkan puasa. Meski terangsang, tidak sampai mengeluarkan air mani dan melakukan hubungan intim.