Selain itu juga ada hadits dari riwayat Ibnu Abbas radhiyallahuanhu tentang komentar Rasulullah SAW atas sujud syukur yang beliau kerjakan :
سَجَدَهَا دَاوُدُ تَوْبَةً وَأَسْجُدُهَا شُكْرًا
Nabi Daud bersujud karena bertaubat. Sedangkan Aku bersujud karena bersyukur. (HR. An-Nasa'i).
Sedangkan ulama Mazhab Al-Hanafiyah dan Al-Malikiyah menyebutkan bahwa sujud syukur tidak disyariatkan, didukung oleh Ibrahim An-Nakhai.
Al-Hanafiyah mengatakan bahwa sujud syukur itu hukumnya tidak disukai (karahah) dan tidak melahirkan pahala. Meninggalkan sujud syukur malah lebih utama.
Sebelum melaksanakan sujud syukur perlu diperhatikan beberapa syarat. Sebagian ulama mensyaratkan harus suci dari hadats kecil dan besar, persis seperti syarat shalat. Namun sebagian yang lain tidak mensyarakatnya.
Imam an-Nawawi as-Syafi’i (w. 676 H) menyebutkan bahwa syarat sah sujud syukur itu sama seperti syarat sah shalat:
ويفتقد سجود الشكر إلى شروط الصلاة. وكيفيته ككيفية سجود التلاوة خارج الصلاة
Sujud syukur itu butuh seperti apa yang disyaratkan dalam shalat, tata cara sujud syukur itu sama dengan sujud tilawah diluar shalat di antaranya:
Adapun syarat sujud syukur yakni suci dari najis, suci dari hadas besar maupun kecil, menghadap kiblat dan menutup aurat.