Ayat ini berisi perintah untuk meminta terus istiqamah di atas jalan yang lurus. Shirathal mustaqim menurut Ibnu Katsir adalah: Mengikuti jalan Nabi, Mengikuti generasi salaf dari para sahabat seperti Abu Bakar dan ‘Umar, mengikuti kebenaran, mengikuti Islam, mengikuti Al-Qur’an.
Ibnu Katsir rahimahullah mengungkapkan bahwa semua pengertian di atas itu benar dan semua makna di atas itu saling terkait. Siapa yang mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengikuti sahabat sesudahnya yaitu Abu Bakar dan Umar, maka ia telah mengikuti kebenaran.
Siapa yang mengikuti kebenaran, berarti ia telah mengikuti Islam. Siapa yang mengikuti Islam, berarti ia telah mengikuti Al-Qur’an (Kitabullah), itulah tali Allah yang kokoh. Itulah semua termasuk ash-shirothol mustaqim (jalan yang lurus). Semua pengertian di atas itu benar saling mendukung satu dan lainnya. Walillahil hamd. Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 1:213.
Bagaimana kita bisa istiqamah pada jalan yang lurus?
Syafiq Al-Balji rahimahullah berkata bahwa ada empat cara untuk istiqamah : Pertama: Tidak meninggalkan perintah Allah karena sedang mengalami musibah.
Kedua: Tidak meninggalkan perintah Allah karena kesibukan dunia. Ketiga: Tidak mengikuti komentar orang lain dan mengedepankan hawa nafsu sendiri. Keempat: Beramal sesuai Al-Quran dan Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Hilyah Al-Auliya’, 8:17, dinukil dari At-Tadzhib Al-Maudhu’i li Hilyah Al-Auliya’, hlm. 50).
Sikap istikamah ini perlu ditanamkan dalam diri setiap umat Islam dalam kondisi bahagia maupun susah. Allah Ta’ala berfirman:
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
Artinya: “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Alam Nasyrah: 5)
Ayat ini pun diulang setelah itu:
إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
Artinya: Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Alam Nasyroh: 6).
Tentang ayat di atas, Qatadah rahimhuallah berkata:
لَنْ يَغْلِبَ عُسْرٌ يُسْرَيْنِ
“Satu kesulitan tidak mungkin mengalahkan dua kemudahan.”
Ingatlah hikmah di balik musibah sungguh luar biasa Pertama: Musibah itu sebagai ujian, siapakah yang mampu bersabar.
Kedua: Untuk membersihkan hati manusia dan supaya lepas dari sifat-sifat buruk karena ketika musibah datang, maka kesombongan, ujub, hasad berubah menjadi ketundukan kepada Allah.
Ketiga: Iman seorang mukmin menjadi kuat. Keempat: Musibah menunjukkan kuatnya Allah dan lemahnya manusia.
Kelima: Dengan adanya musibah, kita jadi semangat berdoa dengan ikhlas. Keenam: Musibah itu untuk membangunkan seseorang yang sedang lalai.
Ketujuh: Nikmat itu baru dirasakan kalau kita mengetahui lawannya. Kita baru rasakan nikmat sehat ketika kita mendapatkan sakit.