3. Sunnah
Sebagian besar ulama (jumhur) di luar mazhab Al-Hanabilah umumnya justru menghukumi sunnah berpuasa pada bulan Rajab. Walaupun dari sisi hadits-hadits yang tersedia banyak yang dianggap dhaif. Namun manhaj salaf yang asli dari umat ini jelas sekali, yaitu hadits shahih masih bisa dijadikan sumber rujukan, khususnya untuk fadhailul-a'mal (keutamaan).
Setidaknya jumhur ulama punya dua hujjah. Pertama, adanya hadits yang menganjurkan untuk berpuasa sunnah. Kedua, adanya hadits yang menganjurkan untuk puasa pada bulan-bulan haram (mulia). Rasulullah SAW bersabda kepada Abdullah bin Harits yang bertanya kepada beliau SAW tentang puasa sunnah.
صُمْ شَهْرَ الصَّبْرِ وَثَلاثَةَ أَيَّامٍ بَعْدَهُ وَصُمْ أَشْهُرَ الْحُرُمِ
Artinya: "Berpuasalah kamu di bulan kesabaran (Ramadhan), kemudian berpuasalah 3 hari setelahnya, dan kemudian puasalah pada bulan-bulan haram”. (HR. Ahmad, Abu Daud, An-Nasa'i dan Ibnu Majah)
Bulan-bulan haram itu adalah Dzul-Qa'dah, Dzulhijjah, Muharram dan bulan Rajab yang menyendiri. Tetapi jelas sekali bahwa Rajab termasuk salah satu di antara empat bulan haram. Sehingga dasar berpuasa di bulan Rajab adalah hadits shahih di atas.
Adapun para ulama yang membolehkan atau malah menyunnahkan puasa di bulan Rajab antara lain Ibnu Shalah, Al-Izz Ibnu Abdissalam, As-Sututhi, Ibnu Hajar Al-Haitsami, Ash-Shawi, dan juga Asy-Syaukani serta masih banyak lagi yang lainnya.
Wallahu A'lam