Rangkaian pembukaan semakin bermakna dengan peluncuran Buku Induk Pendidikan Ramah Iklim dan Panduan Pendidikan Ramah Iklim sebagai panduan nasional dalam mengintegrasikan isu lingkungan ke dalam pendidikan madrasah, pesantren, dan lembaga pendidikan Islam.
Memasuki sesi materi, seminar menghadirkan berbagai perspektif global mengenai pendidikan ramah semesta. Irina Vorobyeva dari Kedutaan Besar Rusia memaparkan pengalaman negaranya dalam membangun kesadaran lingkungan melalui kegiatan praktik, termasuk gerakan “Clean Games” yang melibatkan siswa dalam kompetisi memungut sampah secara kreatif.
Mark Heyward dari INNOVATION menekankan bahwa guru memiliki peran strategis sebagai agen kasih sayang dan perdamaian, yang mampu menularkan semangat “Think Globally, Act Locally” kepada para pelajar agar isu global seperti perubahan iklim dapat direspons dengan tindakan nyata di lingkungan sekolah.
Sorotan besar juga muncul dari paparan Dr. Haidar Bagir yang menyampaikan pandangan sufistik mengenai alam sebagai ayat-ayat Tuhan. Ia mengingat kembali pengalamannya saat mendirikan sekolah dan menolak penebangan pohon karena meyakini bahwa setiap unsur alam adalah makhluk yang bertasbih kepada Sang Pencipta. Pandangan ini mengajak pendidik menumbuhkan spiritualitas ekologis dalam praktik pembelajaran.
Selain itu, Irfan Amali dari Peace Generation berbagi pengalaman inspiratif tentang pesantrennya yang telah enam tahun menerapkan konsep zero waste. Semua sampah dikelola menjadi kompos, pakan maggot, hingga bata plastik yang kemudian digunakan untuk membangun masjid—sebuah bukti bahwa pendidikan lingkungan dapat diwujudkan secara nyata, bukan sekadar konsep.
Melalui seminar ini, Kementerian Agama menegaskan bahwa pendidikan adalah kunci untuk menumbuhkan generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga memiliki kepekaan moral dan cinta yang tulus kepada alam semesta. Gerakan pendidikan ramah iklim bukan sekadar program, melainkan ikhtiar jangka panjang untuk memastikan masa depan bumi tetap terjaga bagi generasi yang akan datang.