Istilah puasa mutih ini berasal dari bahasa Jawa, yaitu mutih yang bermakna memutihkan. Jadi secara filosofisnya, seseorang yang melakukan puasa mutih adalah untuk membersihkan hati dan jiwanya serta mendapatkan keberkahan di dalamnya.
Direktur Rumah Fiqih Indonesia, Ustaz Ahmad Sarwat MA dalam kajiannya di konsultasi fiqih menjelaskan, puasa tiga hari sebelum pernikahan atau yang kerap disebut puasa mutih tidak ada dalil yang shahih dan sharih tentang adanya sunnah berpuasa menjelang akad nikah.
"Dalam kitab-kitab fiqih yang kami telusuri, puasa sunnah itu terbatas pada puasa Senin Kamis, puasa hari Asyura dan Tasu'a, puasa Daud, puasa hari Arofah dan tarwiyah, puasa ayyamul biidh, puasa 6 hari di bulan Syawwal, puasa di bulan Sya'ban dan beberapa puasa sunnah lainnya," ujarnya.
Dikutip dari Pustaka Ilmu Sunni Salafiyah, dalam Bahtsul Masail LBM NU Surabaya pada tahun 2009 menjelaskan bahwa setiap puasa yang diilakukan sesuai dengan ketentuan hukum syara’ yang tidak ada tuntunan pelaksanaannya maka termasuk dalam kategori puasa sunnah mutlak dan niatnya ialah puasa mutlak.
وتكفي نية مطلقة النفل المطلق ) كما في نظيره ) من الصلاة ( ولو قبل الروال لابعده) لأنه صلى الله عليه وسلم قال لعائشة يوماهل عندكم من غداء قالت لاقا فإني إذا أ صوم قالت وقال لي يوما آخر أعندكم شيء قلت نعم قال إغذذاأفطروإن كنت فرضت الصوم
“Dalam puasa sunnah mutlak ( yang tidak terkait dengan puasa wajib dan sunnah), cara niatnya cukup dengan niat mutlak (umum), sebagaimana niat pada sholat sunnah mutlak. Meskipun letak niatnya sebelum dzuhur. Karena Rasulullah Saw suatu hari berkata pada Aisyah : “ Aapa tidak ada sarapan pagi?” Aisyah menjawab: “ Tidak ada.” Nabi Saw berkata : “Kalau begitu saya puasa”. Aisyah menyebutkan suatu hari Nabi bertanya pada saya : “Apa ada sarapan pagi?”, saya menjawab :” Ada”. Nabi Saw berkata :” Kalau begitu saya tidak berpuasa, meskipun saya perkirakan berpuasa.” (Asna almatholib V/281).