Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh ‘Atha’ bin Yasar, beliau bertanya kepada Abu Ayyub Al-Anshari tentang pelaksanaan qurban di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
سَأَلْتُ أَبَا أَيُّوبَ الأَنْصَارِيَّ كَيْفَ كَانَتْ الضَّحَايَا عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟
فَقَالَ : كَانَ الرَّجُلُ يُضَحِّي بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ ، فَيَأْكُلُونَ وَيُطْعِمُونَ
“Aku pernah bertanya kepada Abu Ayyub Al-Anshari, bagaimana qurban di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Beliau menjawab, “Seseorang biasa berqurban dengan seekor kambing (diniatkan) untuk dirinya dan keluarganya. Lalu mereka memakan qurban tersebut dan memberikan makan untuk yang lainnya.” (HR. Tirmidzi, no. 1505 dan Ibnu Majah, no. 3147)
Hadis yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Ibnu Majah mencatatkan:
نَحَرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْحُدَيْبِيَةِ الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ ، وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ
“Kami pernah berqurban bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada tahun Hudaibiyah, satu unta berserikat tujuh orang, begitu pula satu sapi berserikat tujuh orang.” (HR. Tirmidzi, no. 905; Ibnu Majah, no. 3131)
Di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, qurban bukan hanya tentang menyembelih hewan dan membagikan dagingnya, tetapi juga menunjukkan semangat berbagi dengan orang lain, terutama yang membutuhkan. Ini adalah contoh nyata dari cinta yang tidak hanya berpusat pada diri sendiri, tetapi juga memperhatikan kepentingan orang lain.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mencontohkan qurban dalam skala besar, di antaranya pada tahun Hudaibiyah, beliau menyembelih 63 ekor unta, yang jumlahnya sesuai dengan usia beliau (63 tahun).
Selain itu, dalam sebuah riwayat lain, beliau juga memberikan pedoman bagaimana kita seharusnya membagikan daging qurban tersebut, yaitu kepada mereka yang membutuhkan, serta melarang untuk memberikan bagian kepada tukang jagal sebagai upah. Ini adalah bentuk kepedulian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap sesama umat, yang juga mencerminkan pengorbanan diri dalam cinta kepada Allah dan umat-Nya.
‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu menyebutkan,
أَمَرَنِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ أَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ وَأَنْ أَتَصَدَّقَ بِلَحْمِهَا وَجُلُودِهَا وَأَجِلَّتِهَا وَأَنْ لاَ أُعْطِىَ الْجَزَّارَ مِنْهَا قَالَ « نَحْنُ نُعْطِيهِ مِنْ عِنْدِنَا ».
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkanku untuk mengurusi unta-unta qurban beliau. Aku menyedekahkan daging, kulit, dan jilal-nya (kulit yang ditaruh pada punggung unta untuk melindungi dari dingin). Aku tidak memberi sesuatu pun dari hasil sembelihan qurban kepada tukang jagal. Beliau bersabda, “Kami akan memberi upah kepada tukang jagal dari uang kami sendiri”.” (HR. Muslim, no. 1317)
Dari hadits ini, Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Tidak boleh memberi tukang jagal sebagian hasil sembelihan qurban sebagai upah baginya. Inilah pendapat ulama-ulama Syafiiyah, juga menjadi pendapat Atha’, An-Nakha’i, Imam Malik, Imam Ahmad, dan Ishaq.” (Syarh Shahih Muslim, 9:59)
Melalui qurban, umat Islam dapat meneladani keteladanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam beramal dan beribadah. Qurban menjadi sarana bagi kita untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah, menunjukkan kepedulian terhadap sesama, serta mengingatkan kita tentang pengorbanan yang harus kita lakukan dalam hidup ini.
Semoga ibadah qurban tahun ini menjadi jalan mendekat kepada Allah, menambah cinta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan semoga setiap jamaah dimudahkan rezekinya untuk menunaikan sunnah mulia ini.
بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمِ