The new normal saat ini adalah berada di rumah saja dan aktivitas yang seharusnya dilakukan di luar rumah diubah menjadi serba online. Namun, Janice meyakini bahwa 90 persen orang akan langsung keluar rumah, pergi ke restoran, pusat perbelanjaan.
Secara naluriah, manusia adalah makhluk sosial yang tetap membutuhkan keluar rumah untuk berinteraksi langsung dengan lingkungannya. Begitu pula dalam hal belanja. Orang masih membutuhkan mencoba (fitting) baju/sepatu/make-up, menyentuh materialnya, melihat kualitasnya, sebelum membeli.
“Jadi, the new normal dalam berbelanja online sebenarnya cocok hanya untuk repeat product, barang yang pernah kita beli. Tapi untuk barang baru, masih perlu unsur experience dan human touch,” tuturnya.
Selain berbelanja online, kini juga banyak desainer yang memproduksi masker sebagai fashion item baru. Masker kini juga menjadi kebutuhan pokok di seluruh dunia untuk waktu yang cukup panjang ke depan.
Ali Charisma menegaskan bahwa pengembangan varian produk dengan masker menjadi solusi bisnis fashion yang tepat.
“Masker masih akan terus dibutuhkan. Desainer bisa membuat masker yang kreatif atau eksklusif dengan fungsi pelindung maupun sebagai aksesori fashion, seiring dengan pakaian yang lebih relevan dengan kebutuhan masyarakat pascapandemi Covid-19. Selain masker, desainer bisa mengembangkan dengan produk homeware (perlengkapan rumah) dan homewear (pakaian untuk di rumah) yang juga banyak dibutuhkan selama pandemi ini,” kata Ali.
“Dengan adanya the new normal, maka kita tidak akan kembali sepenuhnya pada kehidupan di masa sebelum pandemi Covid-19, termasuk dalam bisnis fashion seperti strategi pemasaran dan penjualan. Pelaku industri fashion harus siap dengan tuntutan the new normal, terutama strategi online. Kesiapan strategi online sangat penting supaya dapat survive, bahkan berkembang di masa mendatang,” ucapnya.