JAKARTA, iNews.id - Perkumpulan Perusahaan Pendingin Refrigenerasi Indonesia (PERPRINDO) melakukan audiensi dengan Kementerian Perindustrian untuk membahas adanya wacana kebijakan pembatasan produk impor dan pemindahan jalur masuk impor atau pelabuhan tujuan ke wilayah timur Indonesia. Dalam kesempatan tersebut, PERPRINDO yang dihadiri oleh Wakil Sekjen Heryanto, pengurus bidang regulasi dan hukum Dewanti dan Choky Simamora, pengurus bidang perdagangan dan industri Henry Sofian, dan para anggota PERPRINDO.
Dalam kesempatan audiensi ini PERPRINDO menyampaikan beberapa usulan HS Code Produk Elektronika khususnya di bidang Air Conditioner (AC) dan Refrigrator yang dimintakan pengecualian dikarenakan ada produksi dalam negeri tetapi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri apabila pemerintah benar akan menerapkan pemindahan jalur masuk impor ke wilayah timur Indonesia.
Wakil Sekjen PERPRINDO Heryanto mengatakan Selain itu, ada beberapa produk pendingin yang tidak ada produksi dalam negeri sehingga tidak ada produk subsitusi lokal. Heryanto menjelaskan terkait pengecualian HS Code kategori AC 8415 untuk kebutuhan komersial seperti untuk gedung, perkantoran, hotel, mall/pusat perbelanjaan, restoran, rumah sakit, bandara, dan lainnya. Sedangkan pengecualian HS Code 8418 kategori Refrigrator karena merupakan kebutuhan komersial seperti industri makanan dan minuman, industri perikanan, UMKM, Supermarket, dan minimarket.
Selanjutnya, faktor kesiapan infrastruktur pelabuhan di wilayah timur Indonesia perlu adanya pertimbangan yang matang dari Pemerintah dikarenakan infrastruktur yang kurang memadai untuk Pelabuhan Bitung dan Pelabuhan Sorong. Tidak banyak pelabuhan di luar wilayah Pulau Jawa dapat melayani kapal khsusus ekspor-impor. Selain itu, perlu dipertimbangkan terkait feeder untuk pengangkutan dari wilayah timur ke Pulau Jawa.
Disampaikan juga dampak dari pemindahan jalur masuk impor atau pelabuhan tujuan ke wilayah timur yakni adanya penimbunan cargo berlebih terkait dengan dwelling time, leadtime supply yang berdampak pada kenaikan biaya ekonomi tinggi, kemacetan pelabuhan dan antrian panjang untuk proses loading dan unloading, adanya kelangkaan empty lokal container, dan memicu potensi kerusakan barang-barang selama transit yang menyebabkan penurunan kualitas produk.