JAKARTA, iNews.id – Di tengah peringatan bersejarah 80 tahun kemerdekaan Indonesia, 80 tahun berdirinya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dan 25 tahun United Nations Global Compact (UN Global Compact), semangat kolaborasi lintas sektor untuk keberlanjutan menjadi sorotan utama dalam Annual Members Gathering 2025 UN Global Compact Network Indonesia (IGCN) bertema “Delivering Impact and Shaping the Future Together” di UNIKA Atma Jaya Jakarta.
Wakil Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Arif Havas Oegroseno menegaskan pentingnya diplomasi ekonomi sebagai instrumen utama dalam mendorong pembiayaan berkelanjutan dan mengatasi perubahan iklim. “Bicara tentang climate change, tidak bisa lepas dari yang namanya financing. Itu berlaku di berbagai forum dunia,” ujarnya.
Menurut Havas, Indonesia telah melakukan asesmen kebutuhan pembiayaan untuk mitigasi perubahan iklim yang mencapai US$28 miliar atau sekitar Rp3.500 triliun. Namun, kemampuan pembiayaan dari APBN hanya sekitar 15 persen. “Sisanya harus kita upayakan dari berbagai sumber, seperti dana multilateral, private sector funding, pinjaman, donor, dan skema lain,” jelasnya.
Ia menegaskan, Indonesia tidak hanya menunggu bantuan internasional, tetapi juga berupaya menjadi teladan dalam efisiensi dan inovasi pembiayaan hijau. “What Indonesia can do is leading by example, dalam elemen-elemen financing dan efisiensi. Indonesia terus aktif secara kreatif, engaging berbagai sektor untuk mencari kemungkinan lain terkait ecofinancing,” kata Havas.
Pesan Havas menggema di tengah komitmen IGCN memperkuat peran dunia usaha dalam mencapai Sustainable Development Goals (SDGs). Presiden IGCN Y.W. Junardy menegaskan, “Tahun 2025 bukan sekadar penanda sejarah, tetapi panggilan untuk bertindak bersama.”
Acara turut dihadiri Gita Sabharwal, UN Resident Coordinator in Indonesia, yang menyoroti pentingnya investasi berkelanjutan melalui green sukuk dan SDG bonds, serta Leonardo A. A. Teguh Sambodo dari Bappenas yang menekankan pentingnya SDGs sebagai kompas pembangunan nasional.
Menutup acara, Noke Kiroyan menegaskan bahwa keberlanjutan bukan sekadar wacana moral, tetapi fondasi kemakmuran yang sejati.