SEOUL, iNews.id – Sekitar 16.000 lansia di Korea Selatan diperkirakan sudah meninggal dunia dalam lima tahun terakhir saat menunggu reuni dengan anggota keluarga mereka di Korea Utara. Mereka harus terpisah dengan kerabat dan famili yang tinggal di Korut sebagai akibat dari Perang Korea yang berkecamuk pada 1950-1953.
Menurut data yang dirilis Kementerian Unifikasi Korea hari ini, setiap tahun sejak Agustus 2018, ada sekitar 3.400 hingga 3.700 orang sudah tidak ada lagi di dunia ini. Agustus 2018 menjadi momen reuni keluarga secara tatap muka terakhir yang pernah digelar. Adapun total yang sudah meninggal dunia mencapai 16.000 orang.
Data tersebut dirilis oleh legislator Yang Kyung Sook dari Partai Demokratik yang beroposisi kepada pemerintah.
Sejak KTT Korea pertama pada 2000, kedua Korea sudah mengadakan 21 acara reuni keluarga. Namun, acara tersebut ditangguhkan akibat hubungan yang tegang antar-Korea setelah KTT Korea Utara dan Amerika Serikat di Hanoi pada awal 2019 berakhir tanpa ada kesepakatan.
Hingga akhir bulan lalu, dari 133.680 pemohon yang telah mendaftar kepada pemerintah untuk reuni keluarga. Sebanyak 92.534 orang di antaranya sudah meninggal dunia, atau 69,2 persen dari pemohon reuni.
Secara khusus, di antara 41.146 pemohon yang masih hidup, 31,1 persen di antaranya sudah berusia 90 tahun atau lebi. Dari angka tersebut, mereka yang berusia 80 tahun atau lebih mencapai 67 persen.
Isu keluarga yang tercerai-berai di Korea menjadi semakin mendesak untuk diselesaikan. Pasalnya, semakin banyak lansia meninggal dunia tanpa memiliki kesempatan bertemu dengan orang-orang yang mereka kasihi di Korut lantaran rezim tertutup di Pyongyang enggan menggelar acara reuni keluarga.