Sejauh ini di Burundi tidak ada laporan kasus kematian akibat mpok Klade 1b. Meski demikian, jumlah kasus infeksinya sangat mungkin jauh di atas dari angka resmi. Pasalnya tidak ada kapasitas yang cukup di negara itu untuk melakukan tes, terutama ke daerah-daerah terdampak parah.
Virus bisa dengan cepat menyebar melalui kontak dekat dengan orang yang terinfeksi. Seperti dialami istri Irambona yang tertular darinya. Sang istri juga dirawat di fasilitas yang sama.
Rumah Sakit Universitas King Khaled merupakan satu dari tiga fasilitas di Bujumbura untuk menampung penderita mpox.
Fasilitas medis itu kini merawat 59 dari total kapasitas 61 bangsal yang disediakan untuk penderita mpox. Sepertiga dari penderita berusia di bawah 15 tahun. Ini sesuai dengan data WHO bahwa sebagian besar penderita adalah anak-anak.
“Kami sekarang mendirikan tenda di luar. Sulit, terutama saat bayi lahir (terinfeksi). Mereka tidak bisa tinggal sendiri, jadi saya juga harus menjaga ibu mereka di sini," kata Odette Nsavyimana, dokter yang bertanggung jawab menangani pasien mpox di rumah sakit tersebut.
Burundi, lanjut dia, saat ini mengalami lonjakan kasus mpox.
"Saya khawatir dengan jumlahnya. Jika terus bertambah, kami tidak akan mampu menanganinya," tuturnya.
Liliane Nkengurutse, direktur nasional Pusat Operasi Darurat Kesehatan Masyarakat Burundi, juga megungkapkan kekhawatirannya untuk hari-hari mendatang.
“Ini tantangan nyata. Fakta bahwa diagnosis hanya dilakukan di satu tempat menunda pendeteksian kasus baru," katanya.
"Dan butuh waktu lebih lama untuk merilis hasil uji. Kami butuh sekitar 14 juta (dolar AS) untuk setidaknya meningkatkan respons ke level berikutnya," katanya.