Achmad Nur Hidayat
Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta
DI TENGAH gempuran bom yang menghujam tanah Persia dan ancaman global yang terus mengintai, kita menyaksikan babak baru dalam sejarah peradaban: konflik Israel-Iran yang berpotensi menyeret Amerika Serikat langsung ke medan perang.
Tetapi pertanyaan besar yang mesti diajukan dunia hari ini bukan sekadar tentang siapa menang atau kalah, melainkan apa artinya bila AS benar-benar menyerang Iran? Jawabannya suram: Dunia akan dipimpin oleh para agresor dan pembenci -bukan negarawan, bukan pemimpin bermoral, bukan pula peradaban yang adil.
Dunia yang Dipimpin oleh Agresor dan Haters
Kepemimpinan global sejatinya dibangun atas prinsip legitimasi moral, rasionalitas, dan stabilitas jangka panjang. Namun, dengan serangan militer ke Iran, wajah kepemimpinan internasional berubah total.
AS dan Israel bukan hanya tampil sebagai kekuatan militer, tetapi sebagai arsitek dominasi global yang tak segan menggulingkan rezim berdaulat atas nama “pencegahan ancaman”.
Seperti yang dikatakan banyak analis geopolitik, “Jika Iran jatuh, dunia akan jatuh di bawah satu kekuatan: Kekaisaran Amerika.” Dan bila itu terjadi, kita telah resmi masuk ke dalam rezim internasional yang dipimpin oleh logika kekerasan, bukan konsensus.
Pernyataan Benjamin Netanyahu yang menyatakan bahwa “ini adalah pertempuran untuk bertahan hidup” justru mengungkap narasi ketakutan yang telah dikapitalisasi secara sistematis oleh kubu Zionis dan sekutunya.
Masalahnya bukan pada senjata nuklir Iran, karena bahkan Direktur Intelijen Nasional AS, Tulsi Gabbard, mengatakan bahwa Iran tidak sedang mengembangkan senjata nuklir. Masalah utamanya adalah penolakan Barat terhadap kedaulatan Iran, terhadap kemerdekaan bangsa Timur, dan terhadap keberpihakan Iran kepada Palestina. Ini adalah perang ancaman peradaban, bukan sekadar pertarungan geopolitik.