PYONGYANG, iNews.id – Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, hari ini membuka Kongres Partai Buruh yang berkuasa di negeri itu. Dalam kesempatan tersebut, dia mengatakan, rencana ekonomi Korut untuk lima tahun terakhir telah gagal memenuhi target di hampir setiap sektor.
Kongres Partai Buruh Korea terakhir kali diselenggarakan Kim pada 2016. Pertemuan politik langka itu telah menarik perhatian internasional. Pasalnya, di dalam forum itulah Kim bakal mengungkap rencana ekonomi lima tahunnya untuk periode mendatang, di samping membahas hubungan dengan Korea Selatan (Korut) dan kebijakan luar negeri Korut.
Kongres yang dihadiri 4.750 delegasi dan 2.000 pengamat itu digelar hanya dua minggu sebelum Presiden terpilih AS, Joe Biden, resmi menjabat di Gedung Putih pada 20 Januari ini.
Dalam pidato pembukaannya, Kim mengatakan, Kourt telah mencapai “kemenangan ajaib” dengan memperkuat kekuatan dan prestise globalnya sejak pertemuan terakhir. Kemenangan yang dia maksud merujuk pada kemajuan militer Korut—yang mencapai puncaknya pada saat uji coba rudal balistik antarbenua pada 2017.
Selain itu, serangkaian pertemuannya dengan Presiden AS Donald Trump juga disebut Kim sebagai sebuah kemajuan bagi Korut. Akan tetapi, strategi ekonomi lima tahun yang dia tetapkan pada 2016 gagal dilaksanakan. Karenanya, Kim pun mendesak Korut untuk lebih mandiri lagi di masa mendatang.
“Strategi (ekonomi) itu jatuh tempo tahun lalu, tetapi sangat gagal mencapai tujuannya di hampir setiap sektor,” kata Kim seperti dilaporkan kantor berita Korut, KCNA, Rabu (6/1/2021).
Pada Kongres Partai Buruh Korea 2016, Kim menyerukan percepatan pertumbuhan ekonomi dan perluasan sumber energi domestik Korut, termasuk tenaga nuklir, untuk meningkatkan pasokan listrik. Dia juga menekankan pentingnya “byungjin”, yakni kebijakan pengembangan senjata nuklir dan ekonomi secara paralel yang dicetuskan oleh pendiri Korut, Kim Il Sung.
Kim dikenal sebagai pemimpin yang mengonsolidasikan kekuasaannya lewat serangkaian provokasi militer dan pembersihan musuh-musuh politik dengan kejam. Namun di sisi lain, pria itu juga berusaha membangun citra sebagai sosok yang merakyat, yakni dengan secara terbuka mengakui beberapa kegagalannya. Padahal, tindakan semacam itu dulu dipandang tabu di negara komunis yang memuja-muja pemimpin mereka bak dewa.