TAIPEI, iNews.id – Kepergian Donald Trump dari Gedung Putih bakal membuat banyak sekutu AS bernapas lebih lega. Akan tetapi, retorika anti-China yang berapi-api dari politikus Partai Republik itu akan dirindukan oleh banyak orang di Taiwan.
Selama empat tahun terakhir, sikap Trump yang tidak dapat diprediksi dan sering kali konfrontatif terhadap China terkait perdagangan, virus corona, dan Hong Kong, telah membuatnya mendapatkan penggemar di Taiwan. Negara pulau itu telah menghabiskan beberapa dekade terakhir di bawah ancaman invasi dari Tiongkok, negeri tetangganya yang otoriter.
Ancaman itu kian meningkat sejak Tsai Ing Wen terpilih sebagai presiden Taiwan pada 2016. Tsai menegaskan Taiwan sebagai negara yang berdaulat dan bukan bagian dari “Satu China”—konsep yang selalu didengung-dengungkan Beijing sebagai justifikasi untuk mencaplok Taiwan.
Sikap Tsai membuat marah Beijing. China kini acap kali “meneror” Taiwan dengan sejumlah jet tempur dan pesawat pengintai, sebuah fenomena yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Sementara, salah satu misi kepresidenan Joe Biden menjanjikan kembalinya jenis internasionalisme liberal yang telah menjadi ciri kebijakan luar negeri AS selama beberapa dekade. Hal itu dikhawatirkan sebagian rakyat Taiwan sebagai isyarat bahwa Amerika Serikat bakal bersikap lunak terhadap China di bawah kepemimpinan politikus Partai Demokrat itu.
“Saya kecewa akhirnya ada presiden negara besar yang sangat mendukung Taiwan, seperti Trump, tapi dia kalah dalam pemilihan,” ujar Shanna Lee, seorang pekerja kantoran berusia 24 tahun di Taipei, kepada AFP, Kamis (12/11/2020).
“Tidak ada pemimpin dunia lain yang berani memarahi China dan berbicara untuk Taiwan seperti yang dilakukan Trump,” tuturnya.