Profesor penyakit menular Duke-NUS Ooi Eng Eong mengatakan, pengetahuan ini dapat membantu para peneliti dalam menilai pembuatan vaksin di masa depan serta memantau lamanya seseorang bisa kebal terhadap Covid-19.
Untuk menguji keefektifan vaksin Covid-19, para ilmuwan biasanya mencari jenis antibodi spesifik yang dikenal sebagai penetral yang mampu mengikat virus SARS-CoV-2 dan mencegahnya menginfeksi sel manusia.
Namun, berbeda dengan Ooi, Jenny Low, konsultan senior di Departemen Penyakit Menular SGH mengatakan, penelitian yang dilakukan untuk vaksin Pfizer-BioNTech dan Moderna menunjukkan tidak ada tingkat antibodi penetral yang terdeteksi 12 hari setelah dosis pertama meskipun perlindungan sudah diberikan.
"Jadi pasti ada sesuatu yang lain di dalam tubuh, apakah itu sel-T atau antibodi non-penetral lain yang memberikan perlindungan. Itulah yang ingin kami temukan," kata Low, dikutip dari The Straits Times, Rabu (10/3/2021).
Untuk melakukannya, para peneliti melacak respons kekebalan dari 20 petugas kesehatan yang telah mendapatkan vaksin Pfizer-BioNTech pada Januari.
Temuan studi tersebut telah diserahkan ke jurnal ilmiah Cell Press dan masih dalam peninjauan.