"Saya mendengar kisah tentang seorang perempuan ketakutan yang bersembunyi di rumah, terlalu takut untuk pergi ke jalan ketika dia merasakan jilbabnya mengidentifikasikannya sebagai target terorisme. Saya ingin mengatakan 'kami bersamamu, kami ingin kamu merasa pulang di jalanmu sendiri, kami mencintai, mendukung, dan menghormatimu'," katanya.
Perwakilan dari komunitas Muslim mendukung gagasan itu dan sangat tersentuh.
"Sikap solidaritas dan dukungan akan sangat dihargai oleh komunitas kami," kata para pemimpin Dewan Wanita Islam Selandia Baru.
Gerakan lain, "Scarves in Solidarity" digagas oleh warga bernama Raewyn Rasch. Presiden Asosiasi Muslim Selandia Baru, Ikhlaq Kashkari, menyebutnya sebagai ide bagus.
Rasch mengatakan acara ini terbuka untuk semua orang di Selandia Baru dan merupakan gerakan simbolik.
Ada pula gerakan "Headscarf for Harmony" yang mengundang para perempuan Kiwi untuk mengenakan jilbab atau penutup kepala saat kerja, sekolah, dan bermain pada Jumat (22/3/2019) mendatang.