Demikian pula Mongolia, yang merupakan negara berkembang, yang juga memiliki program pendidikan seks yang canggih.
Sebaliknya Hong Kong lebih memiliki kesamaan dengan China, di mana pendidikan seks bukan merupakan mata pelajaran wajib dan seringkali membatasi diskusi pada soal fisiologi dan pencegahan HIV, tidak pada isu gender dan seksualitas, demikian menurut Jo Sauvarin, penasehat bidang remaja di UNPFA.
Pendekatan serupa ditemukan di seluruh Asia, yang jauh tertinggal dibanding Afrika dan Amerika Latin, yang meningkatkan pendidikan seks beberapa tahun lalu sebagai salah satu cara memberantas wabah HIV.
Pendekatan yang sangat hati-hati untuk memberikan pendidikan seks di Hong Kong bisa jadi terkait dengan fakta peran sangat besar yang dimainkan organisasi-organisasi keagamaan dalam dunia pendidikan di Hong Kong.
Hampir separuh siswa sekolah terkait dengan afiliasi keagamaan tertentu, mulai dari Kristen, Budha hingga Sikh. Banyak organisasi lokal yang juga menyebut pengaruh konservatif Konfusianisme dalam sistem pendidikan Hong Kong.
Dalam iklim seperti itu, tentangan untuk memberikan pendidikan seks juga bisa datang dari orangtua, yang khawatir seks akan mendorong anak-anak bereksperimen. Namun demikian Sauvarin mengatakan, sekedar memberi tahu mereka untuk tidak melakukan hubungan seks atau membatasi pendidikan mereka justru berdampak sebaliknya.