Gempa terjadi pada patahan sesar geser (strike-slip fault), di mana dua lempengan bumi berbenturan dan salah satu lempeng terus bergeser secara horisontal. Konfigurasi ini umumnya tidak dikaitkan dengan tsunami besar.
Akan tetapi, inilah yang terjadi pada 28 September menjelang maghrib.
Dua gelombang besar terpantau dan yang terakhir merupakan gelombang terbesar, menjangkau daratan sejauh hampir 400 meter.
Udrekh Al Hanif, dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), mengatakan kepada pertemuan Persatuan Geofisika Amerika bahwa sumber tsunami semestinya berjarak sangat dekat dengan Kota Palu mengingat interval antara gempa dan ketibaan gelombang besar hanya berkisar kurang dari tiga menit.
Dia dan rekan-rekannya berupaya mencari jawabannya pada peta kedalaman laut (bathymetric) di teluk sempit yang mengarah ke Palu.
Tim tersebut masih berupaya menemukan hasil-hasilnya, namun data mengindikasikan dasar laut di sebagian teluk merosot akibat gempa.