“Kawasan Asia Pasifik stagnan dalam perang melawan korupsi. Ini tidak mengejutkan mengingat prevalensi lembaga demokrasi yang lemah dan kurangnya mekanisme penegakan hukum," bunyi pernyataan Transparansi Internasional, dikutip dari South China Morning Post.
Sementara itu untuk kasus AS, Transparansi Internasional mengaitkan penurunan peringkat dengan kondisi di dalam negeri.
"AS mendapat skor rendah di saat negara itu mengalami erosi norma etika di tingkat pejabat tinggi," kata pernyataan.
Untuk kasus China, Eugene Tan, profesor di Fakultas Hukum Universitas Manajemen Singapura, menilai, penurunan peringkat China mengungkap kekhawatiran bahwa korupsi masih lazim terjadi meskipun Presiden Xi Jinping gencar mengampanyekan antikorupsi sejak berkuasa 6 tahun lalu.
“'Inisiatif Belt and Roal Insiative yang masif mungkin memicu persepsi negatif tentang penghilangan korupsi," kata dia.