BERLIN, iNews.id - Jerman diperkirakan mengalami kerugian sekitar 200 miliar euro (lebih dari Rp3.374 triliun) akibat konflik di Ukraina. Kerugian paling besar ditimbulkan oleh kenaikan harga listrik.
"Yang terpenting, biaya energi yang tinggi telah mengurangi pertumbuhan Jerman sebesar 2,5 poin persentase, atau 100 miliar euro pada 2022, dan jumlah yang sama pada 2023 sampai saat ini," kata Direktur Institut Penelitian Ekonomi Jerman (DIW), Marcel Fratzscher, kepada surat kabar Rheinische Post, Rabu (21/2/2024).
Menurut surat kabar itu, konflik di Ukraina memicu peningkatan signifikan dalam tagihan listrik; mengganggu jaringan pelayaran, dan; memberikan tekanan signifikan terhadap perekonomian global. Situasi tersebut menyebabkan masalah serius bagi negara-negara yang bergantung pada ekspor. Kalangan yang merasakan dampak paling berat adalah masyarakat berpendapatan rendah.
"Negara Jerman pada dasarnya mendukung perusahaan-perusahaan padat energi dengan subsidi besar-besaran, tetapi masyarakat dengan pendapatan rendah harus memperketat ikat pinggang mereka," ucap Fratzscher.
Setelah Rusia melancarkan agresi militer di Ukraina pada Februari 2022, negara-negara Barat memutuskan untuk mengurangi impor bahan bakar Rusia secara signifikan. Mereka pun secara aktif mencari cara untuk membatasi pendapatan Moskow yang terkait dengan energi, terutama dari minyak dan gas.
Selain itu, konflik di Ukraina juga membuat aliran gas Rusia ke Eropa jadi tersendat, yang pada gilirannya menyebabkan lonjakan harga dan kelangkaan energi. Situasi itu memaksa banyak negara untuk mencari alternatif, khususnya Amerika Serikat dan ekspor gas alam cairnya.