NEW YORK, iNews.id - Kekerasan seksual oleh militer Myanmar terhadap Muslim Rohingya sama dengan kejahatan perang. Hal itu diungkap dalam laporan PBB, yang juga menyebut bahwa saat ini, tidak menguntungkan bagi para pengungsi untuk kembali ke negara itu.
"Tentara secara rutin dan sistematis melakukan pemerkosaan, pemerkosaan geng, dan kekerasan seksual lainnya serta tindakan kekerasan terhadap perempuan, anak perempuan, anak lelaki, laki-laki,dan waria yang secara terang-terangan melanggar hukum hak asasi manusia internasional," demikian pernyataan Misi Pencari Fakta PBB di Myanmar, seperti dilaporkan AFP, Jumat (23/8/2019).
"Militer harus berhenti menggunakan kekerasan berbasis seksual dan gender untuk meneror dan menghukum etnis minoritas."
"Banyak dari tindakan ini merupakan kejahatan menurut hukum internasional, termasuk kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan tindakan genosida," lanjut pernyataan misi itu.
Lebih dari 700.000 Rohingya melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh sejak militer Myanmar melancarkan pembantaian terhadap kelompok minoritas itu pada Agustus 2017.