Ketua Komite Intelijen Majelis Nasional Korsel Lee Hye Hoon mengatakan, demam babi Afrika sudah merata ke hampir semua wilayah Korut. Bahkan opulasi babi di provinsi barat Pyongan Utara telah dimusnahkan.
Kementerian Pertanian Korut dalam laporannya kepada Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE) menyatakan, virus yang menyebabkan kekacauan di Asia Timur itu telah melompati Korut ditandai dengan matinya 22 babi di sebuah peternakan sekitar 260 kilometer di utara Pyongyang atau dekat perbatasan dengan China pada Mei 2019.
Wantanee Kalpravidh, manajer regional badan PBB untuk Pusat Darurat Penyakit Hewan Lintas Batas yang berbasis di Bangkok, Thailand, mengatakan, Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) belum memiliki informasi di luar laporan yang diterima oleh OIE. FAO masih menunggu persetujuan untuk mengirim delegasi ke Korut.
Penularan demam babi Afrika yang luas membunuh sejumlah besar babi di Korut dalam sepekan dan dapat membahayakan ketahanan pangan negara itu. Virus ini diketahui tidak membahayakan bagi manusia.
Demam babi Afrika ditambah krisis pangan akibat kekeringan akan memperburuk kelaparan dan kekurangan gizi di Korut. Banyak keluarga di Korut berternak babi untuk mendapatkan uang guna membeli beras.
"Daging babi menyumbang sekitar 80 persen dari konsumsi protein Korut dan dengan sanksi global yang terjadi akan sulit bagi negara itu untuk menemukan sumber protein alternatif," kata Cho Chunghi, pembelot Korut yang dulu bekerja di pengendalian penyakit hewan, seperti dikutip dari Bloomberg, Senin (14/10/2019).
"Virus ini sangat merusak karena orang-orang sekarang tidak dapat menghasilkan uang dengan memelihara babi, sementara ekonomi negara juga tak terkendali," katanya, menegaskan.