"Indonesia telah lama memiliki kelemahan dalam mengelola informasi sensitif, dan masalah struktural ini telah menyebabkan beberapa gangguan dalam proyek KF-21," kata Yang Uk, pakar militer dan peneliti di Asan Institute for Policy Studies, kepada Korea Times, dikutip Sabtu (18/10/2025).
Dia menuduh pemerintah Korsel tidak memiliki sistem untuk mengelola teknologi sensitif secara ketat selama kerja sama dengan Indonesia, sehingga meningkatkan risiko kebocoran lebih lanjut.
Apalagi, beberapa pengamat khawatir akan keamanan teknologi masa depan Korsel dalam pengembangan pesawat tersebut. Apalagi, teknologi Amerika Aerikat (AS) disebut-sebut juga digunakan dalam program KF-21. Meski sebagian besar sistem inti pesawat dikembangkan di dalam negeri, mesin F414 pesawat dibuat di bawah lisensi dari perusahaan AS, GE Aerospace.
Baan Program Akuisisi Pertahanan (DAPA) menepis kekhawatiran para pangamat tersebut, dengan mengatakan teknologi KF-21 tetap dilindungi berdasarkan perjanjian kerahasiaan dengan Indonesia.
"Kami tidak yakin teknologi KF-21 akan bocor. Kami secara ketat membatasi akses transfer teknologi hanya kepada pengguna akhir yang disetujui dan akan memastikannya tidak bisa dikompromikan," kata Ketua DAPA, Seok Jong Gun
Sementara itu Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Korsel menolak mengonfirmasi apakah Indonesia telah berkonsultasi dengan Seoul sebelum memperbarui hubungan diplomatik dengan Korut.
"Kami sedang berkomunikasi secara erat dengan negara-negara lain soal isu-isu terkair dialog dengan Korut," kata seorang pejabat Korsel.