2005: Yuschenko mengambil alih kekuasaan dengan janji untuk memimpin Ukraina keluar dari bayang-bayang Rusia. Dia menyatakan niat untuk membawa Ukraina menjadi anggota NATO dan Uni Eropa.
Yuschenko menunjuk mantan bos perusahaan energi Yulia Tymoshenko sebagai perdana menteri. Akan tetapi, setelah adanya pertikaian politik di kubu pro-Barat, perempuan itu dipecat dari kursi PM.
2008: NATO menjanjikan Ukraina untuk bergabung dengan aliansi tersebut.
2010: Yanukovich mengalahkan Tymoshenko dalam pemilihan presiden. Rusia dan Ukraina mencapai kesepakatan harga gas sebagai imbalan untuk memperpanjang sewa untuk Angkatan Laut Rusia di pelabuhan Laut Hitam Ukraina.
2013: Pemerintah Yanukovich menangguhkan pembicaraan perdagangan dan asosiasi dengan Uni Eropa pada November. Dia memilih untuk menghidupkan kembali hubungan ekonomi dengan Moskow. Langkah sang presiden memicu demonstrasi massal selama berbulan-bulan di Ibu Kota Kiev.
2014: Aksi protes yang sebagian besar terfokus di sekitar alun-alun Maidan Kiev, berubah menjadi kekerasan. Puluhan pengunjuk rasa tewas.
Februari 2014: Parlemen Ukraina memutuskan untuk memakzulkan Yanukovich—yang sudah lebih dulu melarikan diri dari negara itu. Beberapa hari kemudian, kelompok bersenjata merebut parlemen di wilayah Krimea, Ukraina, dan mengibarkan bendera Rusia.
Moskow mencaplok Krimea menyusul referendum 16 Maret yang menunjukkan dukungan luar biasa di wilayah itu untuk bergabung dengan Federasi Rusia
April 2014: Kelompok separatis pro-Rusia di wilayah timur Donbass mendeklarasikan kemerdekaan. Pertempuran pun pecah, yang terus berlanjut secara sporadis hingga 2022, meskipun lebih sering diwarnai gencatan senjata.
Mei 2014: Pengusaha Petro Poroshenko memenangkan pemilihan presiden dengan mengusung agenda pro-Barat.