Dorongan Palestina untuk menjadi anggota penuh PBB terjadi tujuh bulan setelah pecahnya perang antara Israel dan kelompok pejuang Hamas di Jalur Gaza. Pada saat yang sama, Israel juga terus memperluas pemukiman Yahudi ilegalnya di Tepi Barat yang diduduki.
"Kami menginginkan perdamaian, kami menginginkan kebebasan," kata Duta Besar Palestina untuk PBB, Riyad Mansour, kepada Majelis Umum sebelum pemungutan suara.
"Memberikan suara dukungan (kepada Palestina) adalah hal yang benar untuk dilakukan," katanya dalam sambutan yang dijawab dengan tepuk tangan hadirin.
Berdasarkan Piagam PBB, keanggotaan organisasi itu terbuka bagi negara-negara yang "cinta damai" yang menerima kewajiban dalam dokumen tersebut serta mampu dan bersedia melaksanakannya. Uniknya, Israel justru menjadi anggota penuh PBB, meski tidak memenuhi kualifikasi "cinta damai" tersebut.
Permohonan untuk menjadi anggota penuh PBB harus terlebih dulu disetujui oleh Dewan Keamanan yang beranggotakan 15 negara. Berikutnya, barulah Majelis Umum memberikan pengesahan dengan minimal dukungan dari dua pertiga anggotanya.
Resolusi Majelis Umum yang diadopsi pada Jumat memberikan Palestina beberapa hak dan keistimewaan tambahan di PBB mulai September 2024. Keistimewaan itu antara lain berupa diberikannya kursi kepada negara itu di antara para anggota PBB yang duduk di aula Majelis Umum. Akan tetapi, Palestina masih belum diberikan hak suara dalam memutuskan resolusi di badan tersebut.
Palestina saat ini berstatus negara pengamat non-anggota PBB. Posisi tersebut sekaligus menjadi pengakuan secara de facto atas status kenegaraan Palestina yang diberikan oleh Majelis Umum PBB pada 2012.