PARIS, iNews.id - Di suatu tempat di Prancis terkubur patung berbentuk burung hantu kecil yang mengepakkan sayap.
Siapa pun yang menemukan itu dijanjikan bukan hanya hadiah patung asli yang terbuat dari emas dan perak, namun pujian karena memenangkan perburuan harta terlama di dunia.
Sur La Trace de La Chouette d'Or (Perburuan Burung Hantu Emas) merupakan buku bergambar yang pertama kali diterbitkan pada 1993. Buku itu terbit tak lama setelah penulisnya, Max Valentin, diam-diam menyembunyikan patung burung hantu di sebuah lokasi di daratan Prancis yang hanya diketahui oleh dirinya sendiri.
Pada masa itu, ada kegemaran berburu harta karun yang terinspirasi oleh buku Masquerade karya Kit Williams. Dalam buku tersebut dia menyusun serangkaian petunjuk visual yang rumit untuk menemukan kelinci emas.
Ketika semua teka-teki lain, termasuk Masquerade, akhirnya dipecahkan, keberadaan burung hantu emas Prancis masih misteri. Dan, luar biasanya, orang-orang masih mencari.
Sejak 25 tahun lalu, ribuan orang yang disebut chouetteurs alias pemburu harta karun terus meneliti 11 teka-teki buku itu, yang dapat diunduh gratis melalui internet. Mereka bertukar teori di forum obrolan dan bertemu di pertemuan tahunan.
Bahkan ada asosiasi yang dibentuk untuk membela kepentingan mereka di pengadilan.
"Saya telah mencari sejak Agustus 1993," kata Pierre Blouch, anggota pendiri asosiasi A2CO.
"Saya ingat pada saat itu berpikir sebaiknya segera bergerak, karena kami memulainya setelah tiga bulan buku itu diterbitkan."
Seperti pemburu burung hantu emas lain, Blouch memiliki teori-teori soal hewan buruannya, dan pada satu saat dia mulai menggali beberapa titik di Kota Bourges. Sebagai seorang pensiunan insinyur, dia kini menghabiskan waktu dengan memilah-milah literatur dan mencari inspirasi baru.
Menguraikan petunjuk membutuhkan kombinasi pengetahuan ilmiah, imajinasi dan kegemaran akan kode-kode.
Berkat internet, beragam ide dikumpulkan dan sekarang ada kesepakatan umum atas interpretasi utama dari beberapa teka-teki.
Misalnya, diketahui bahwa teka-teki pertama menetapkan urutan untuk yang berikutnya, berdasarkan pada panjang gelombang warna.
Namun internet tak sepenuhnya bermanfaat.
"Intinya adalah ketika dia mendesain teka-teki, Valentin hanya punya buku referensi. Internet menenggelamkan kita dalam informasi yang dia sendiri tidak punya akses," kata Pierre Blouch.
Valentin merupakan sosok terhormat di antara para chouetteurs. Selama beberapa tahun dia mengelola sebuah obrolan tentang layanan pra-internet Prancis, Minitel, di mana dia menjawab pertanyaan-pertanyaan dari para pemburu.
Semua jawaban ini sekarang disusun seperti perkataan seorang nabi. Mereka dikenal dalam jargon sebagai madits, atau "he-told-mes", dan membentuk bagian penting dari database online.
Akankah burung hantu itu ditemukan? Valentin sendiri tidak lagi bisa ditanya. Dia meninggal sembilan tahun lalu, meninggalkan rahasianya di dalam amplop tertutup yang kini dimiliki oleh keluarganya.
Tokoh kunci lain dalam cerita adalah seniman Michel Becker, yang menggambar ilustrasi buku dan memahat burung hantu.
Burung yang dikuburkan sebenarnya adalah replika dari yang asli, yang terbuat dari emas dan perak.
Burung hantu asli ini saat ini dimiliki Michel Becker dan empat tahun lalu dia menyebabkan kegemparan di kalangan chouetteurs ketika mencoba untuk menjualnya. Pengadilan memblokir penjualan dengan alasan secara teknis harta itu milik pemenang perburuan.
Sang seniman memainkan peran kunci dalam pembuatan buku, tetapi dia sendiri tidak pernah tahu keberadaan burung hantu itu, yang berarti sekarang tidak ada seorang pun yang tahu.
Beberapa orang khawatir harta karun itu tidak akan pernah ditemukan. Mungkin sudah ada bangungan di atas lokasi penyembunyian burung hantu atau petunjuk itu terlalu sulit untuk dipecahkan, atau bahkan itu semua adalah tipuan dari awal.
Tetapi para chouetteur sejati pasti akan tetap melakukan perburuan.
"Jika semua pencari mengumpulkan semua pengetahuan mereka bersama, burung hantu akan ditemukan dalam dua jam," kata Valentin pada 1996 silam.
Editor : Nathania Riris Michico