JAKARTA, iNews.id – Negara yang melarang hijab sama sekali untuk dikenakan perempuan Muslimah ternyata tidak berasal dari wilayah Eropa atau Amerika. Yang lebih ironis lagi, negara tersebut juga bukanlah negara yang mayoritas penduduknya non-Muslim.
Sebagian dari pembaca yang budiman mungkin tidak menduga negara dengan 95 persen penduduk Muslim akan melarang jilbab bagi para warga Muslimahnya. Akan tetapi, itulah yang terjadi di Tajikistan pada Juni lalu.
Parlemen negara Asia Tengah itu mengesahkan undang-undang untuk melarang jilbab. Yang lebih parah lagi, mereka menggambarkan busana tersebut sebagai “pakaian asing”. Tak hanya itu, Parlemen Tajikistan juga telah melarang tradisi anak-anak mendatangi rumah ke rumah untuk mengumpulkan uang THR alias tunjangan hari raya selama Idul Fitri.
Dalam sebuah pernyataan, Presiden Tajikistan Emomali Rahmon mengatakan bahwa larangan jilbab itu ditujukan untuk melindungi nilai-nilai dan budaya leluhur bangsa Tajik. Pelanggaran atas larangan itu bakal dikenakan denda mulai dari 7.920 somoni (sekira Rp11,48 juta pada kurs 8 September 2024) untuk warga negara biasa, 54.000 somoni (Rp78,28 juta) untuk pejabat pemerintah, dan 57.600 somoni (Rp83,5 juta) bagi tokoh agama.
Para analis politik menilai kebijakan penguasa Tajikistan itu sangat bernuansa politis. Rezim Rahmon terus berusaha melemahkan pengaruh Partai Kebangkitan Islam Tajikistan, hingga kemudian melarang partai itu sama sekali.