Pujian juga datang dari organisasi HAM independen, Amnesty International. Amnesty menilai Abiy merupakan sosok yang tepat hadiah bergengsi senilai 9 juta kronor Swedia atau sekitar Rp12,7 miliar itu. Namun organisasi yang berbasis di Amerikat Serikat menggarisbawahi bahwa penghargaan ini harus bisa memacu Abiy untuk meningkatkan reformasi di bidang HAM.
"Penghargaan ini mengakui kerja kritis yang telah dilakukan pemerintahan Perdana Menteri Abiy Ahmed untuk memulai reformasi hak asasi manusia di Ethiopia setelah puluhan tahun penindasan meluas," kata Amnesty, dalam pernyataan.
"Sejak menjabat pada April 2018, dia telah mereformasi pasukan keamanan, mengganti badan amal dan hukum yang sangat mengekang, serta menyepakati perjanjian damai dengan negara tetangga Eritrea untuk mengakhiri 20 tahun konflik."
Peran Abiy di kawasan, lanjut Amnesty, adalah membantu menengahi konflik antara pemimpin militer dan oposisi sipil di Sudah serta mengakhiri unjuk rasa yang berlangsung beberapa bulan.
Namun Amnesty menegaskan pekerjaan Abiy masih jauh dari selesai. Upaya lebih lanjut diperlukan untuk memperkuat penegakan HAM, merujuk pada konflik etnis di Ethiopia.