Tak ada satu pun dari delapan terdakwa itu disebutkan namanya dalam putusan terakhir pengadilan atas kasus pembunuhan tersebut. Hal itu memicu protes internasional dan mencoreng reputasi global Putra Mahkota Saudi, Pangeran Muhammad bin Salman.
Tunangan Jamal Khashoggi, Hatice Cengiz, menyebut putusan Pengadilan Saudi itu sebagai lelucon. “Putusan yang dijatuhkan hari ini di Arab Saudi sekali lagi menjadi penghinaan terhadap keadilan,” cuit perempuan Turki itu lewat akun Twitter-nya.
Sementara pakar HAM PBB, Agnes Callamard, mengecam putusan pengadilan itu sebagai satu parodi keadilan. “Putusan ini tidak memiliki legitimasi hukum atau moral. Muncul pada akhir proses yang tidak fair, juga tidak adil, juga tak transparan.”
Khashoggi pada mulanya berada dalam lingkaran dalam keluarga Kerajaan Saudi, namun berubah menjadi kritikus istana. Pria itu dibunuh dan dimutilasi tubuhnya di Konsulat Jenderal Arab Saudi di Istanbul, Turki, pada Oktober 2018. Kasus itu telah mencoreng reputasi penguasa de facto Arab Saudi, Pangeran Muhammad bin Salman.
Khashoggi yang kala itu berusia 59 tahun, dicekik dan tubuhnya dipotong-potong oleh aparat Saudi yang terdiri atas 15 orang di dalam konsulat, menurut pejabat Turki. Jenazahnya sampai hari ini belum ditemukan.
Turki pada hari Senin mengatakan putusan pengadilan Saudi tidak memenuhi harapan global. “Kami masih belum tahu apa yang terjadi dengan tubuh Khashoggi, orang-orang yang menginginkannya mati, atau apakah ada kolaborator lokal—yang menimbulkan keraguan atas kredibilitas proses hukum ini,” cuit Direktur Komunikasi Kepresidenan Turki, Fahrettin Altun.
Dia mendesak otoritas Saudi untuk bekerja sama dengan penyelidikan Turki atas pembunuhan itu.