Saat itu, polisi maupun agen intelijen Australia menolak menjelaskan alasan penggerebekan itu serta meminta jurnalis China tutup mulut terkait insiden tersebut.
Sementara media pemerintah China lainnya, Global Times, mempublikasi tulisan yang mengklaim beberapa jurnalis China diinterogasi, serta perangkat komputer dan telepon mereka disita. Global Times mengaku mendapat informasi tersebut dari sumber tanpa nama yang dekat dengan masalah tersebut.
Laporan itu juga mengutip pendapat ahli anonim yang mengatakan "insiden itu mengungkap kemunafikan Australia dalam menegakkan apa yang disebut kebebasan pers", demikian yang dikutip dari BBC, Rabu (9/9/2020).
Selama setahun terakhir, banyak jurnalis asing yang bekerja untuk perusahaan media Barat dipaksa meninggalkan China. Sebagian besar dari wartawan itu diusir lantaran izin kerja mereka dicabut atau tidak diperpanjang oleh otoritas negeri tirai bambu.
Klub Koresponden Asing China (FCCC) pada Senin (7/8/2020) mengungkapkan, penguasa Tiongkok telah mencatat rekor dengan mengusir 17 jurnalis asing dari negara itu sepanjang paruh pertama tahun ini saja.
Pengusiran itu terjadi di tengah memburuknya hubungan diplomatik antara China dan Amerika Serikat beserta sekutunya yang dipicu oleh berbagai isu, mulai dari masalah perdagangan hingga teknologi. Terakhir, konflik kedua pihak semakin meruncing tatkala China semakin membatasi hak-hak demokrasi di Hong Kong.
Hubungan antara China dan Australia mengalami peningkatan ketegangan setelah Canberra mendukung penyelidikan internasional mengenai asal-usul pandemi Covid-19.