“Akibatnya, kami terpaksa membuat keputusan yang sulit tetapi perlu untuk tetap menjalankannya,” ucapnya sembari menyalahkan pemerintahan sebelumnya yang dipimpin Partai Konservatif.
Kementerian Kehakiman Inggris menyebutkan langkah-langkah darurat dapat menjadi solusi jangka pendek. Kepolisian Inggris pun menyatakan kebijakan tersebut tidak akan memengaruhi kemampuan aparat keamanan untuk melakukan penangkapan tersangka. Para narapidana atau tahanan yang dibebaskan lebih awal nanti akan diseleksi dengan cermat.
“Siapa pun yang menimbulkan risiko bagi publik tidak akan dibebaskan dengan jaminan,” ungkap kementerian itu dalam pernyataannya.
Akan tetapi, organisasi perhimpunan para sipir dan sistem pengadilan Inggris memperingatkan bahwa kebijakan tersebut pasti akan memengaruhi kepolisian dan bidang peradilan pidana lainnya. “Mereka (polisi) mungkin harus menunda sebagian operasi mereka,” kata Ketua Asosiasi Sipir Inggris (POA), Mark Fairhurst, kepada BBC.
Sementara itu, Tom Franklin, dari Asosiasi Hakim Inggris, mengatakan bahwa akan ada penundaan bagi sebagian orang yang telah didakwa untuk datang ke pengadilan karena Dinas Pemasyarakatan Inggris tidak dapat menjamin ketersediaan tempat bagi mereka jika ternyata diputus bersalah.
Kerusuhan bermotif Islamofobia yang baru-baru ini melanda Inggris dan Irlandia Utara terjadi menyusul penikaman hingga tewas terhadap tiga anak perempuan di sebuah kelas tari di Kota Southport, bagian barat laut Inggris, bulan lalu. Kaum ekstremis sayap kanan Inggris kemudian mengembuskan berita palsu bahwa pelaku penikaman adalah imigran Muslim yang sedang mencari suaka di negara itu.
Dalam kerusuhan itu, para perusuh menyerang polisi. Sementara masjid-masjid dan hotel-hotel yang digunakan untuk menampung para pencari suaka juga menjadi sasaran serangan brutal masa ekstremis itu.