KHARTOUM, iNews.id - Perdana Menteri (PM) Sudan Abdalla Hamdok mengundurkan diri pada Minggu (2/1/2022). Pengunduran diri terjadi saat krisis dan protes nasional terhadap kudeta yang dilakukan oleh militer 25 Oktober tahun lalu.
Dalam pidato yang disiarkan televisi, Hamdok mengakui kemitraan antara militer dan kepemimpinan sipil gagal mengarah pada transisi dan pembentukan dasar bagi pemerintahan sipil dan transformasi demokrasi.
“Saya berusaha semaksimal mungkin untuk memimpin negara kita agar terhindar dari bahaya tergelincir ke arah bencana. Sekarang bangsa kita sedang melewati titik balik berbahaya yang dapat mengancam kelangsungan hidupnya,” katanya.
Hamdok menerima jabatan perdana menteri pada Agustus 2021 berdasarkan deklarasi konstitusional dan konsensus politik antara komponen militer dan sipil.
"Ini sebuah model yang saya apresiasi di beberapa acara. Tapi gagal melanjutkan harmoni yang sama ketika dimulai,” kata Hamdok.
“Saya katakan kepada tentara nasional kita termasuk militer, Pasukan Pendukung Cepat, polisi dan dinas intelijen bahwa negara adalah kekuatan berdaulat tertinggi dan militer adalah miliknya, bekerja di bawah komando negara untuk mengamankan kehidupan, persatuan dan wilayahnya," dia menambahkan.
Hamdok menandatangani kesepakatan dengan militer pada 21 November untuk menyelamatkan masa transisi negara dan kembali ke deklarasi konstitusional, yang sebagian ditangguhkan oleh kudeta.